Riset politik dua arah strategi pemenangan caleg

Pakar Lampung - Riset Politik dua arah strategi pemenangan caleg : Peraturan Komisi Pemilihan Umum No.15 tahun 2013 yang membatasi pemasangan baliho calon anggota legislatif.  Pasal 17 Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PKPU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelak­sanaan Kampanye Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD menyebutkan, yang diizinkan memasang baliho atau papan reklame hanyalah parpol peserta pemilu, bukan caleg.

Baliho itu memuat informasi nomor dan tanda gambar parpol dan/atau visi, misi, program, dan jargon. Adapun foto yang terpampang hanyalah foto pengurus parpol dan bukan caleg. Caleg hanya boleh memasang nama, nomor urut, dan foto pada spanduk maksimal berukuran 1,5 x 7 m. Jumlah spanduk pun dibatasi ha­nya 1 untuk satu zona/wilayah yang ditetapkan KPU bersama pemda.  Peraturan KPU ini ditetapkan pada 22 Agustus 2013 dan diundangkan tanggal 27 Agustus 2013 Baca Peraturan KPU tentang tata Cara Kampanye pemilu 2014

Riset Politik dua arah strategi pemenangan caleg
“Kenali musuh, kenali diri sendiri, maka kemenangan tidak akan terancam. Kenali lapangan, kenali iklim, maka kemenangan akan lengkap” (Sun Tzu).

Menurut Johnson (2001), dalam sistem Pemilu yang demokratis, riset politik merupakan alat yang vital. Kita akan sulit memenangkan persaingan jika tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan pesaing, perilaku pemilu pemilih, segmentasi pemilih, peta wilayah dan faktor lainnya. Kampanye dan propaganda menurut kita semata, akan menyebabkan berpalingnya pemilih ke kontestan lain karena, apa yang disampaikan tidak sesuai dengan aspirasi pemilih. Atau kalaupun kita mengetahui apa aspirasi pemilih, namun jika tidak mengetahui cara-cara yang tepat untuk penempatan substansi yang diinginkan, sangat mungkin akan menimbulkan mispersepsi atau pengaburan makna dari pesan yang disampaikan. Atau boleh jadi juga pesaing melakukan pendekatan dengan cara yang berbeda namun lebih efektif, bisa juga dengan cara yang sama pesaing dapat menggagalkan kemenangan kita karena mereka melakukannya dengan lebih baik.

Oleh karena itu, untuk mengantisipasi kemungkinan itu kontestan perlu melakukan riset untuk mengetahui kekuatan dan strategi pesaing. Beberapa kegunaan utama dari riset politik antara lain:

Pertama, untuk menyusun strategi dan taktik. Adman Nursal (2004) mengatakan Strategi kampanye politik tanpa riset bagaikan orang buta yang berjalan tanpa tongkat. Sebaliknya riset tanpa sumber daya strategis seperti desain strategi, orang, dana dan sumber daya lainnya ibarat orang lumpuh yang memahami jalan dan peta akan tetapi tidak memiliki kendaraan untuk menuju tempat yang diinginkannya.

Kedua, riset untuk memonitor hasil penerapan strategi. Implementasi sebuah strategi, akan menimbulkan respon dari pesaing. Reaksi para pemilih perlu diketahui untuk menerapkan strategi berikutnya. Riset monitor politik berorientasi pada tindakan dan reaksi terhadap kondisi saat ini. Jika hasil riset adalah begini, maka apa tindakan yang akan dilakukan.

Salah satu metode riset yang paling populer adalah dengan poling atau survei. Menurut Kavanagh sebagaimana dikutip Adman Nursal (2004) bahwa penyelenggaraan polling memberi input informasi yang relevan untuk membuat strategi marketing politik, diantaranya adalah : membangun citra, menyusun kebijakan, tracking atau memantau kelemahan dan kekuatannya dari waktu ke waktu dan menetapkan pemilih sasaran yang berdasarkan karakter tertentu yang menjadi targetnya. 

Menurut Shea dan Burton (2001), kita perlu melakukan riset terhadap profil data pesaing. Riset mengenai data pesaing sangat bermanfaat dalam menyusun strategi marketing politik. Riset yang dilakukan adalah untuk memperkirakan apa yang ditawarkan pesaing untuk masa depan (evaluasi prospektif) dan bagaimana reputasinya dimasa silam (evaluasi introspektif).

Evaluasi prospektif
kegunaannya adalah untuk memprediksi apa yang ditawarkan kita pada pemilih untuk masa depan, sehingga kita bisa memberikan prospektif yang lebih unggul. Sedangkan evaluasi introspektif berguna dengan asumsi perilaku masa lalu merupakan cermin untuk menduga prilaku dimasa depan. Evaluasi introspektif ini juga mesti dilakukan oleh kita pada dirinya sendiri untuk mengetahui kelemahan dirinya, sehingga ketika kelemahannya diserang oleh pesaing dia dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipasinya.

Riset berikutnya yang penting dilakukan adalah riset untuk memantau perkembangan opini publik. Untuk hal ini Johnson (2001) mengajukan 6 jenis riset : pertama, focus group analysis, dilakukan beberapa bulan sebelum pemilihan. Idealnya 12 – 14 bulan sebelum pemilihan.

Riset dilakukan dengan membentuk empat sampai lima group diskusi yang masing-masingnya terdiri dari 8 sampai 12 orang. Kedua adalah benchmark survey, untuk mengetahui rincian kekuatan dan kelemahan kontestan-kontestan yang bersaing. Pada survey ini diketahui juga peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan dan tantangan atau ancaman yang mesti diantisipasi. Idealnya benchmark survey ini dilakukan 10 hingga 12 bulan sebelum Pemilu dengan melibatkan 500 sampai 1.200 responden. Ketiga, focus group analysis after benchmark, dengan melibatkan beberapa group yang terdiri dari 8 sampai 12 partisipan, untuk mendiskusikan secara mendalam hasil benchmark survey.

Keempat,
trend survey yang dilakukan beberapa bulan setelah benchmark poll. Hal ini dilakukan beberapa bulan setelah benchmark poll, ketika kampanye sedang berjalan dimana masing-masing kontestan sudah menjalankan strateginya. Survei ini melibatkan 500 sampai 1.200 pemilih. 

Kelima, dial meter atau tes pasar tentang iklan kontestan dan iklan pesaing berdasarkan hipotesis kita sebelum iklan disiarkan. Tes ini biasanya melibatkan 30 sampai 40 orang partisipan untuk melihat bagaimana respon partisipan terhadap iklan yang akn disiarkan. Keenam, tracking polls, biasanya dilakukan pada minggu terakhir kampanye untuk mengetahui kecendrungan terakhir publik. Biasanya dilakukan dengan melibatkan 400 responden dengan menukar 100 responden setiap 2 malam. Tujuan tracking polls ini adalah untuk mengeluarkan “jurus terakhir” dari kita untuk memperebutkan kursi politik.

Berdasarkan keterangan diatas, tinggal bagaimana kesiapan dan kemauan kita sebagai kita untuk menerapkan hasil riset yang dilakukan. Berdasarkan ini, Kita telah melakukan cara-cara kampanye dan pemenangan dengan langkah-langkah yang cerdas, dan bukan yang membodohi pemilih dengan cara-cara yang kurang mendidik seperti menyogok pemilih dengan uang (money politics). Atau dengan politik yang kotor seperti melakukan fitnah atau pembunuhan karakter terhadap pesaingnya. Akan tetapi mengungkapkan track record negatif/jelek pesaing dalam artian sebenarnya supaya menjadi bahan pertimbangan publik boleh saja sebagai alat kontrol sosial. mudah-mudahan postingan kali ini bisa bermanfaat bagi rekan-rekan yang berkecimpung di dunia politik.

0 komentar: