UU Ketenagalistrikan Murni Kesalahan Rakyat
Dengan di paripurnakanya undang-undang ketenaga listrikan merupakan salah satu tindakan para wakil rakyat untuk mentransaksikan nasib rakyatnya sendiri dan bertentangan dengan konstitusi.Rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, di DPR Senayan Jakarta, Selasa (8/9) kemaren merupakan wujud dari praktek mentransaksikan nasib rakyat karena berpotensi merugikan masyarakat dan bangsa Indonesia,"
Dengan pengesahan tersebut, telah terjadi kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan “unbundling system”, dimana PLN bukan lagi sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), tetapi hanya menjadi salah satu pemain usaha atau sebagai Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Umum (PIUKU). Ini merupakan upaya privatisasi PLN dan telah menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar, yang berarti tidak lagi memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang belum mampu menikmati listrik.
Sikap mayoritas fraksi dan anggota DPR mencerminkan diutamakannya kepentingan privat (perusahaan swasta) ketimbang kepentingan publik (rakyat) dalam kebijakan yang mendorong penerapan prinsip liberalisasi di sektor ketenagalistrikan.
Pemerintah dan DPR juga telah mengabaikan berbagai masukan dari kelompok serikat pekerja, serikat petani, LSM, kelompok konsumen yang menyatakan penolakan terhadap UU ini. "Inilah potret dari sebuah sikap pragmatis para 'wakil rakyat' untuk mentransaksikan nasib rakyat demi pemenuhan kepentingan pribadi,"
Menurut Pakar sikap yang di ambil pemerintah dan DPR tersebut merupakan hal yang sangat wajar karena kalau kita pikir yang salah masyarakat bukan pemerintah dan DPR kenapa saya katakana demikian “mari kita tengok kebelakang “belum lepas dari ingatan kita pemilu legeslatif baru selesai di gelar, ternyata apa yang yang terjadi di masyarakat ?
“masyarakat memilih wakilnya yang banyak memberikan keuntungan sesaat “ atau dengan kata lain bahwa masyarakat masyarakat menetukan pilihan bukan atas dasar siapa yang layak atau tidak menjadi wakil akan tetapi siapa yang bayar itu yang masyarakat pilih. Ini merupaka realita di masyarakat . “ nah wajarkan jika pemerintah dan DPR tidak berpihak terhadap rakyat dalam menentukan kebijakan’ jawabnya tanyakan pada diri kita masing-masing…?
nah dengaan di sahkannya undang-undang ketenaga listrikan oleh pemerintah dan DPR ini jelas merupakan kesalahan rakyat, jangan salahkan wakil nya sendiri dong..?
Apalagi dengan diterapkannya Tarif Regional (tarif listrik berbeda-beda di masing-masing wilayah), berpotensi melahirkan kesenjangan ekonomi yang kian lebar antara daerah kaya dan miskin yang tidak dapat dialiri tenaga listrik. Dan pada akhirnya akan menyebabkan disintegrasi bangsa yang meluas, karena RUUK Nomor 20 Tahun 2002 telah dibatalkan MK karena bertentangan dengan konstitusi, imbuhnya.
Inilah wakil anda yang menyetujui pengesahan undang-undang ketenaga listrikan tersebut ;
Partai Demokrat,
Partai Persatuan Pembangunan,
Partai Golkar,
Partai Amanat Nasional,
Partai Keadilan Sejahtera,
Partai Bintang Pelopor Demokrasi,
Partai Bintang Reformasi,
Partai Damai Sejahtera,
Partai Kebangkitan Bangsa
Fraksi PDIP tegas menolak pengesahaan RUUK
Dengan pengesahan tersebut, telah terjadi kebijakan pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik dengan “unbundling system”, dimana PLN bukan lagi sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK), tetapi hanya menjadi salah satu pemain usaha atau sebagai Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Umum (PIUKU). Ini merupakan upaya privatisasi PLN dan telah menjadikan tenaga listrik sebagai komoditas pasar, yang berarti tidak lagi memberikan proteksi kepada mayoritas rakyat yang belum mampu menikmati listrik.
Sikap mayoritas fraksi dan anggota DPR mencerminkan diutamakannya kepentingan privat (perusahaan swasta) ketimbang kepentingan publik (rakyat) dalam kebijakan yang mendorong penerapan prinsip liberalisasi di sektor ketenagalistrikan.
Pemerintah dan DPR juga telah mengabaikan berbagai masukan dari kelompok serikat pekerja, serikat petani, LSM, kelompok konsumen yang menyatakan penolakan terhadap UU ini. "Inilah potret dari sebuah sikap pragmatis para 'wakil rakyat' untuk mentransaksikan nasib rakyat demi pemenuhan kepentingan pribadi,"
Menurut Pakar sikap yang di ambil pemerintah dan DPR tersebut merupakan hal yang sangat wajar karena kalau kita pikir yang salah masyarakat bukan pemerintah dan DPR kenapa saya katakana demikian “mari kita tengok kebelakang “belum lepas dari ingatan kita pemilu legeslatif baru selesai di gelar, ternyata apa yang yang terjadi di masyarakat ?
“masyarakat memilih wakilnya yang banyak memberikan keuntungan sesaat “ atau dengan kata lain bahwa masyarakat masyarakat menetukan pilihan bukan atas dasar siapa yang layak atau tidak menjadi wakil akan tetapi siapa yang bayar itu yang masyarakat pilih. Ini merupaka realita di masyarakat . “ nah wajarkan jika pemerintah dan DPR tidak berpihak terhadap rakyat dalam menentukan kebijakan’ jawabnya tanyakan pada diri kita masing-masing…?
nah dengaan di sahkannya undang-undang ketenaga listrikan oleh pemerintah dan DPR ini jelas merupakan kesalahan rakyat, jangan salahkan wakil nya sendiri dong..?
Apalagi dengan diterapkannya Tarif Regional (tarif listrik berbeda-beda di masing-masing wilayah), berpotensi melahirkan kesenjangan ekonomi yang kian lebar antara daerah kaya dan miskin yang tidak dapat dialiri tenaga listrik. Dan pada akhirnya akan menyebabkan disintegrasi bangsa yang meluas, karena RUUK Nomor 20 Tahun 2002 telah dibatalkan MK karena bertentangan dengan konstitusi, imbuhnya.
Inilah wakil anda yang menyetujui pengesahan undang-undang ketenaga listrikan tersebut ;
Partai Demokrat,
Partai Persatuan Pembangunan,
Partai Golkar,
Partai Amanat Nasional,
Partai Keadilan Sejahtera,
Partai Bintang Pelopor Demokrasi,
Partai Bintang Reformasi,
Partai Damai Sejahtera,
Partai Kebangkitan Bangsa
Fraksi PDIP tegas menolak pengesahaan RUUK
0 komentar: