kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah sebelum melaksanakan Ujian Nasional
10.29
By
pakar lampung
Pendidikan
0
komentar
Hasil ujian Nasional lagi-lagi menjadi bahan pemberitaan yang hangat di berbagai media cetak maupun Elektronik . Melihat berbagai fenomena regulasi di bidang pendidikan selama ini, pertanyaannya adalah:
Mampukah rezim politik sekarang ini memenuhi cita-cita reformasi untuk menghasilkan pemerintahan efektif, yang dapat memajukan kesejahteraan umum, serta menghasilkan kebijakan di bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Agar generasi mendatang dapat melanjutkan eksistensi bangsa ini dalam era persaingan global dunia? Pertanyaan ini perlu saya kemukakan, karena ditengah kelesuan upaya membangun bangsa di era reformasi saat ini, nampaknya masih banyak kendala yang kita hadapi khususnya di bidang pendidikan.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh, seperti yang di lansir laman Kominfo Angka kelulusan itu jika dibandingkan Ujian Nasional tahun 2009, dengan jumlah peserta 3.441.815 siswa, mengalami penurunan, karena tingkat kelulusan tahun lalu mencapai 95,09 persen.
Mendiknas menyebutkan, dari 9,73 persen siswa yang harus mengulang UN, ada beberapa provinsi yang paling tinggi persentase mengulangnya, yakni Nusa Tenggara Timur (39,87 persen), Gorontalo (38,80 persen), dan Bangka Belitung (34,69 persen), sedangkan yang paling kecil adalah Provinsi Bali, hanya 1,4 persen.
Sementara itu persentase siswa yang harus mengulang menurut jumlah mata pelajarannya (MP), katanya, sebanyak 21,19 persen atau 74.317 siswa harus mengulang satu mata pelajaran, 37,14 persen atau sebanyak 130.277 siswa mengulang dua mata pelajaran, 29,41 persen atau 103.185 siswa mengulang tiga mata pelajaran, dan 12,26 persen atau 43.019 siswa mengulang empat pelajaran.
Mendiknas menyebutkan, dari hasil UN SMP 2010 juga diketahui ada sebanyak 561 sekolah atau 1,31 persen yang kelulusannya nol persen dengan jumlah siswa 9.283 orang atau 0,26 persen.
“Kemudian ada sebanyak 17.852 sekolah (41,64 persen) yang kelulusannya 100 persen, dengan jumlah siswa sebanyak 1.116.761 siswa atau 31,32 persen,” kata M. Nuh. Mendiknas juga mengatakan ada 102 sekolah SMP sederajat yang masuk dalam 102 besar sekolah yang memiliki nilai rata-rata UN tertinggi. Dikemukakan, peringkat pertama adalah SMP Negeri 1 Tulungagung di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dengan jumlah peserta UN sebanyak 394 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata UN mencapai 9,38.
Kemudian peringkat kedua SMP Negeri 1 Denpasar di Kota Denpasar, Bali, jumlah peserta UN 295 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, juga dengan nilai rata-rata 9,38. SMP Negeri 1 Denpasar berada di peringkat dua karena jumlah siswanya lebih sedikit dibanding SMP N 1 Tulungagung.
Peringkat tiga diraih SMP Singapore National Academy Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dengan jumlah peserta satu siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata 9,34.
Kemudian peringkat empat adalah MTs Tanfa’ul Ulum Kapungrembug, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dengan jumlah peserta 27 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata 9,32, dan peringkat lima MTs Al Islami Sungai Jepun, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, jumlah peserta empat orang, tingkat kelulusan 100 persen, nilai rata-rata 9,31.
Sebenarnya ada beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah sebelum melaksanakan Ujian Nasional.
Pertama, seperti yang menjadi awal perdebatan UN yaitu mengenai standar nilai kelulusan UN yang dinilai berbagai kalangan terlalu tinggi, yaitu 5,50 diberlakukan secara merata untuk seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Padahal kita tahu, tingkat pemerataan mutu pelajaran dan pengajar (guru) untuk masing-masing daerah yang ada di Indonesia berbeda-beda.
Kedua, persiapan pemerintah untuk menggelar UN belum matang sepenuhnya karena banyak permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan belum terselesaikan. Seperti masalah profesionalisme guru yang kualitasnya masih dipertanyakan dalam mendidik dan mencerdaskan berjuta-juta anak bangsa. Bagaimanapun peranan guru sangat penting untuk membekali siswa-siswanya dengan teori-teori keilmuan pada masing-masing mata pelajaran yang diajarkannya di sekolah. Padahal beberapa tahun yang lalu, pemerintah telah menetapkan program sertifikasi guru dan dosen guna memajukan pendidikan di Indonesia.
Karenanya untuk memenuhi sertifikasi, seorang guru harus berupaya meningkatkan kompetensi keilmuan yang dimilikinya. Tapi sayangnya, program sertifikasi guru dan dosen tersebut, kini mulai kehilangan tujuannya. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dari para guru. Program sertifikasi guru dan dosen kini hanya dijadikan untuk mendapatkan tunjangan profesi dan kenaikan gaji semata, daripada untuk meningkatkan kualitas keilmuan yang dimilikinya. Padahal dengan tersedianya guru-guru yang cerdas dan berkualitas diharapkan dapat menunjang keberhasilan siswa dalam menjawab soal-soal Ujian Nasional.
Ketiga, mengenai model (kualitas) soal yang diujikan dalam UN pada masing-masing mata pelajaran, tampaknya selalu saja menjadi permasalahan. Seperti pada pelaksanaan Ujian Nasional di tahun-tahun sebelumnya, banyak siswa yang mengeluh tentang soal-soal Ujian Nasional yang dinilai terlalu sulit pada beberapa mata pelajaran sehingga membuat siswa tidak dapat menjawabnya dengan benar.
Beberapa siswa di beberapa daerah juga mengeluhkan tentang ketidaksesuaian antara soal Ujian Nasional dengan materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru-guru mereka di sekolah. Padahal materi-materi pelajaran tersebut telah disesuaikan dengan kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya untuk siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional.
Orang yang bijak adalah orang yang bisa belajar dari setiap kesalahan (kegagalan) yang telah diperbuatnya untuk melakukan suatu perbaikan demi mencapai kesempurnaan yang diharapkan di masa yang akan datang. Begitu juga dengan pemerintahan yang kita harapkan, semoga pemerintah kita bisa bertindak lebih bijak lagi demi memperbaiki sistem pendidikan yang selama ini dirasa memiliki banyak kekurangan. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa dirugikan dalam penilaian Ujian Nasional.
Referensi KOMINFO
Tag:
Analisa Dampak Hasil Ujian Nasional, Makalah pengaruh Kepentingan Politik terhadap Dunia Pendidikan, standar sertifikasi guru 2010, Paradigma Pendidikan dan Kepentingan Politik, sistem pendidikan yang baik dan benar, Data Persentase kelusan Ujian Nassional 2010, Analisa Keberhasian Ujian Nasional 210
Mampukah rezim politik sekarang ini memenuhi cita-cita reformasi untuk menghasilkan pemerintahan efektif, yang dapat memajukan kesejahteraan umum, serta menghasilkan kebijakan di bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Agar generasi mendatang dapat melanjutkan eksistensi bangsa ini dalam era persaingan global dunia? Pertanyaan ini perlu saya kemukakan, karena ditengah kelesuan upaya membangun bangsa di era reformasi saat ini, nampaknya masih banyak kendala yang kita hadapi khususnya di bidang pendidikan.
Menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh, seperti yang di lansir laman Kominfo Angka kelulusan itu jika dibandingkan Ujian Nasional tahun 2009, dengan jumlah peserta 3.441.815 siswa, mengalami penurunan, karena tingkat kelulusan tahun lalu mencapai 95,09 persen.
Mendiknas menyebutkan, dari 9,73 persen siswa yang harus mengulang UN, ada beberapa provinsi yang paling tinggi persentase mengulangnya, yakni Nusa Tenggara Timur (39,87 persen), Gorontalo (38,80 persen), dan Bangka Belitung (34,69 persen), sedangkan yang paling kecil adalah Provinsi Bali, hanya 1,4 persen.
Sementara itu persentase siswa yang harus mengulang menurut jumlah mata pelajarannya (MP), katanya, sebanyak 21,19 persen atau 74.317 siswa harus mengulang satu mata pelajaran, 37,14 persen atau sebanyak 130.277 siswa mengulang dua mata pelajaran, 29,41 persen atau 103.185 siswa mengulang tiga mata pelajaran, dan 12,26 persen atau 43.019 siswa mengulang empat pelajaran.
Mendiknas menyebutkan, dari hasil UN SMP 2010 juga diketahui ada sebanyak 561 sekolah atau 1,31 persen yang kelulusannya nol persen dengan jumlah siswa 9.283 orang atau 0,26 persen.
“Kemudian ada sebanyak 17.852 sekolah (41,64 persen) yang kelulusannya 100 persen, dengan jumlah siswa sebanyak 1.116.761 siswa atau 31,32 persen,” kata M. Nuh. Mendiknas juga mengatakan ada 102 sekolah SMP sederajat yang masuk dalam 102 besar sekolah yang memiliki nilai rata-rata UN tertinggi. Dikemukakan, peringkat pertama adalah SMP Negeri 1 Tulungagung di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dengan jumlah peserta UN sebanyak 394 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata UN mencapai 9,38.
Kemudian peringkat kedua SMP Negeri 1 Denpasar di Kota Denpasar, Bali, jumlah peserta UN 295 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, juga dengan nilai rata-rata 9,38. SMP Negeri 1 Denpasar berada di peringkat dua karena jumlah siswanya lebih sedikit dibanding SMP N 1 Tulungagung.
Peringkat tiga diraih SMP Singapore National Academy Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dengan jumlah peserta satu siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata 9,34.
Kemudian peringkat empat adalah MTs Tanfa’ul Ulum Kapungrembug, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dengan jumlah peserta 27 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata 9,32, dan peringkat lima MTs Al Islami Sungai Jepun, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, jumlah peserta empat orang, tingkat kelulusan 100 persen, nilai rata-rata 9,31.
Sebenarnya ada beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah sebelum melaksanakan Ujian Nasional.
Pertama, seperti yang menjadi awal perdebatan UN yaitu mengenai standar nilai kelulusan UN yang dinilai berbagai kalangan terlalu tinggi, yaitu 5,50 diberlakukan secara merata untuk seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Padahal kita tahu, tingkat pemerataan mutu pelajaran dan pengajar (guru) untuk masing-masing daerah yang ada di Indonesia berbeda-beda.
Kedua, persiapan pemerintah untuk menggelar UN belum matang sepenuhnya karena banyak permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan belum terselesaikan. Seperti masalah profesionalisme guru yang kualitasnya masih dipertanyakan dalam mendidik dan mencerdaskan berjuta-juta anak bangsa. Bagaimanapun peranan guru sangat penting untuk membekali siswa-siswanya dengan teori-teori keilmuan pada masing-masing mata pelajaran yang diajarkannya di sekolah. Padahal beberapa tahun yang lalu, pemerintah telah menetapkan program sertifikasi guru dan dosen guna memajukan pendidikan di Indonesia.
Karenanya untuk memenuhi sertifikasi, seorang guru harus berupaya meningkatkan kompetensi keilmuan yang dimilikinya. Tapi sayangnya, program sertifikasi guru dan dosen tersebut, kini mulai kehilangan tujuannya. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dari para guru. Program sertifikasi guru dan dosen kini hanya dijadikan untuk mendapatkan tunjangan profesi dan kenaikan gaji semata, daripada untuk meningkatkan kualitas keilmuan yang dimilikinya. Padahal dengan tersedianya guru-guru yang cerdas dan berkualitas diharapkan dapat menunjang keberhasilan siswa dalam menjawab soal-soal Ujian Nasional.
Ketiga, mengenai model (kualitas) soal yang diujikan dalam UN pada masing-masing mata pelajaran, tampaknya selalu saja menjadi permasalahan. Seperti pada pelaksanaan Ujian Nasional di tahun-tahun sebelumnya, banyak siswa yang mengeluh tentang soal-soal Ujian Nasional yang dinilai terlalu sulit pada beberapa mata pelajaran sehingga membuat siswa tidak dapat menjawabnya dengan benar.
Beberapa siswa di beberapa daerah juga mengeluhkan tentang ketidaksesuaian antara soal Ujian Nasional dengan materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru-guru mereka di sekolah. Padahal materi-materi pelajaran tersebut telah disesuaikan dengan kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya untuk siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional.
Orang yang bijak adalah orang yang bisa belajar dari setiap kesalahan (kegagalan) yang telah diperbuatnya untuk melakukan suatu perbaikan demi mencapai kesempurnaan yang diharapkan di masa yang akan datang. Begitu juga dengan pemerintahan yang kita harapkan, semoga pemerintah kita bisa bertindak lebih bijak lagi demi memperbaiki sistem pendidikan yang selama ini dirasa memiliki banyak kekurangan. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa dirugikan dalam penilaian Ujian Nasional.
Referensi KOMINFO
Tag:
Analisa Dampak Hasil Ujian Nasional, Makalah pengaruh Kepentingan Politik terhadap Dunia Pendidikan, standar sertifikasi guru 2010, Paradigma Pendidikan dan Kepentingan Politik, sistem pendidikan yang baik dan benar, Data Persentase kelusan Ujian Nassional 2010, Analisa Keberhasian Ujian Nasional 210
0 komentar: