Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Pengumuman kelulusan honorer kategori dua K2 direncanakan senin 10 februari 2014

Pengumuman kelulusan honorer kategori dua K2 direncanakan senin 10 februari 2014 : Pengumuman kelulusan honorer K2 seyogyanya di umumkan pada 5 februari 2014 dikarnakan terkendala teknis membuat sejumlah guru honorer di provinsi lampung menjadi resah, Kejelasan hasil tes CPNS tersebut diharapkan mengubah nasib para guru

Setelah mendapat restu dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui rapat kabinet kemarin yang di gelar pada (7/2), KemenPAN-RB menyatakan akan mengumumkan kelulusan honorer kategori dua (K2) secara bertahap, yang rencananya dimulai Jumat (7/2) malam.

Namun, hingga Sabtu (8/2) pagi ini, belum ada tampilan pengumuman di situs resmi KemenPAN-RB. Malah, pengumuman penundaan pengumuman tanggal 5 Februari masih dipasang.

mudah-mudahan pemerintah akan mengumumkan  kelulusan honorer kategori dua K2 sesuai jadwal pada senin 10 februari 2014, dan saya berharap semoga semua honorer k2 provinsi lampung dapat lulus 100 persen.. sukses bersama kita...
Read more

Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Imajinasi Ku

Pakar Lampung - Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Imajinasi Ku : BELUM genap satu semester Kuri­kulum 2013 diimplementasikank penerapkan Kurikulum 2013 banyak mendapat tantangan, Persoalan di dunia pendidikan bukan kurikulum, guru merupakan ujung tombak untuk mengimplementasikan kurikulum. Jadi, bila persoalan guru belum dituntaskan, persoalan kurikulum juga tidak akan beres.

Ha­kikat pendidikan me­nga­manatkan pembentukan output (anak did­ik) yang berkualitas da­lam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Apabila menyimak konsep inti dari Kuri­kulum 2013, sebetulnya su­dah membawa se­cercah harapan, di ma­na ada upaya pe­nye­derhanaan bersifat tematik-integratif sehingga diharapkan secara efektif mencetak generasi yang siap menghadapi masa de­pan, Inilah harapan kita semua.

Titik beratnya, mendorong siswa mampu lebih baik dalam me­lakukan observasi, ber­tanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran. Materinya pun dite­kankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.

Namun, apakah sekolah dan seluruh komponennya terutama para guru, sudah siap menerapkan kurikulum baru ini? Apakah di masing-masing satuan pendidikan/sekolah sudah tersedia alat peraga yang sesuai dan memadai? Apakah pemerintah sudah siap sepenuhnya dalam pengadaan buku, pelatihan guru, dan penganggaran di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya? Apakah kondisi mental anak didik sudah langsung siap menerima kurikulum yang belum mereka kenal sedikit pun?

Melihat fakta di lapangan, masih banyak menjadi salah satu sumber kebingungan yang harus dihadapi oleh para guru saat ini. Kebingungan tersebut disebabkan belum jelasnya bagaimana penerapan dan pengaplikasian Kurikulum 2013 tersebut di lapangan.

Selain bingung tentang penerapan kurikulum 2013, saat ini para guru pengampu mata pelajaran (mapel) belum sepenuhnya bisa melaksanakan sesuai dengan apa yang dimandatkan dari kurikulum mapel  tersebut
 ketidak siapan penerapan Kurikulum 2013 lebih tampak menonjol. Ibarat sebuah mobil yang belum tuntas dirakit, tetapi sudah dikendarai. Karena masih rapuh, dampaknya dalam waktu singkat, mobil itu akan rusak bahkan hancur.

Berbagai pelatihan dan uji kompetensi yang dilakukan pemerintah saat ini justru hanya seremoni belaka dan tidak menyentuh langsung terhadap persoalan guru, seperti kita ketahui beberapa substansi kurikulum 2013. Antara lain, untuk pelajaran IPA dan IPS tidak akan lagi diajarkan pada anak kelas 1,2, dan 3 SD. Tapi mulai diajarkan pada kelas 4, 5, dan 6. Dalam kurikulum 2013, ada tujuh hal penting mulai dari antisipasi kebudayaan, penyempurnaan alur pikir, penataan kewenangan hingga meringankan beban guru.

Dalam sebuah pengajaran di seluruh ting­katan pendidikan, anak didik harus diposisikan di barisan terdepan. Artinya, sebagus atau seindah apa pun konsep belajar mengajar dituangkan da­lam sebuah kurikulum, tetapi jika dalam praktinya tak bisa membentuk atau mengubah karakter, mental, dan kepribadian anak didik, maka akan percuma.

Anak didik tak boleh sekadar digenjot agar dapat menguasai atau bahkan menghafal materi yang tertera di buku teks, sehingga hanya dituntut untuk mendapat nilai sempurna dalam ujian. Kalau hal ini yang di­lang­geng­kan, pasti anak didik akan terbiasa menghalalkan segala cara untuk sekadar mendapat nilai tinggi, meski dengan menyontek.

Kualitas guru yang seadanya tentu mempengaruhi kualitas lulusan, mengingat guru merupakan komponen penting dalam proses pendidikan, selain tujuan, kurikulum, metode, sarana-prasarana, lingkungan, dan evaluasi. Kita menghargai dukungan anggaran dari pemerintah dan upaya meningkatkan kualitas pendidik, namun upaya ini selalu terbentur pada faktor rendahnya fundamental pembentukan karakter guru yang bertanggung jawab, mengabdi dengan cinta kasih dan benar-benar memedulikan anak didiknya.

Sosok Umar Bakrie — guru dalam imajinasi penyanyi Iwan Fals — memang idaman, namun di era globalisasi dan arus industrialisasi dalam bidang pendidikan, rasanya sulit mendapatkan guru-guru alami seperti itu. Ke depan, proses pembentukannya harus lebih rasional dengan pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, mulai dari rekrutmen, peningkatan kualitas, hingga pembentukan karakter. 

Selama ini, rekrutmen calon guru dan proses pendidikannya menjadi titik krusial rendahnya kulitas. Persoalan kualitas bermula dari realitas input yang umumnya bukan calon terbaik, sementara profesi ini menghendaki kader-kader muda berkemampuan akademik dan performa personal pilihan. Gaji yang menarik akan memotivasi anak-anak muda memilih menjadi guru. Selain gaji, dengan evaluasi periodik, karier yang jelas, seleksi ketat, penegakan disiplin, dan hanya LPTK bermutu yang bisa menyelenggarakan pendidikan guru, kita bisa berharap mendapatkan guru-guru jempolan secara akademik dan profesional.

Satu hal penting, pembentukan karakter guru hendaknya menjadi prioritas. Personifikasinya, digugu lan ditiru, menjadi teladan anak didik dan masyarakat sekitar. Dengan arah ini, para guru akan bekerja penuh konsentrasi, fokus, dan bersungguh-sungguh. Mereka akan bekerja optimal atas dasar kemampuan akademik dan profesionalisme yang teruji. Apabila semua ini bisa terwujud insya allah , kualitas pendidikan dijamin mampu melahirkan sumber daya berkualitas untuk pembangunan bangsa yang kini tengah terpuruk. <<<<< Sukses Untuk Kita Semua >>>>>
Read more

Peserta PLPG 2013 IAIN Raden Intan angkatan IV

Pakar Lampung - Peserta PLPG 2013 IAIN Raden Intan angkatan IV : Intan angkatan IV
Pelaksanaan PLPG 2013 Angkatan Ke-Empat akan dilaksanakan pada tanggal 24 September s.d 03 Oktober 2013 bertempat di BAPELKES Rajabasa Bandar Lampung Provinsi Lampung dengan alamat Jl. Soekarno-Hatta No. 7, Kelurahan Raja Basa, Kecamatan Raja Basa, Kota Bandar Lampung, Lampung. Persyaratan yang harus dibawa peserta yaitu:
  1. Copy Ijazah Pendidikan Terakhir;
  2. Copy Kartu NUPTK;
  3. Copy SK Golongan Terakhir yang dilegalisir;
  4. Copy SK Pengangkatan Pertama yang dilegalisir;
  5. Untuk NON PNS: >>>>> Untuk yang bertugas di sekolah negeri, copy SK pengangkatan dari Dinas/Bupati/Walikota pertahun (dari awal mengajar s.d 2012), dilegaalisir oleh Kemenag Kab./Kota; >>>>>>Untuk yang bertugas di sekolah swasta, SK pengangkatan Yayasan per tahun (dari awal mengajar s.d 2012), dilegaalisir oleh Kemenag Kab./Kota.
  6. Untuk PNS yang Non-S1, minimal berumur 50 tahun dan pengalaman mengajar minimal 20 tahun atau golongan IV/a;
  7. Surat Rekomendasi mengikuti PLPG dari Mapenda Kab./Kota masing-masing;
  8. Mengisi Form Kesediaan Menjadi Peserta PLPG 2013
  9. Surat Tugas dari Kepala sekolah;
  10. Mengisi Form Biodata peserta yang telah disediakan;
  11. Photo berwarna ukuran 3x4 terbaru (4 lbr);
  12. LAPTOP dan Modem wajib di bawa;
  13. Buku Ajar/ bahan ajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampu;
  14. Silabus, RPP dan alat bantu mengajar yang dibutuhkan;
  15. Membawa Pakain Dinas dan Batik;
semua persyaratan point a s.d. k dimasukkan dalam map Snell Leter plastik (yang bagian depan transparant) warna Kuning.

DAFTAR PESERTA PLPG PAI PADA SEKOLAH TAHUN 2013 ANGKATAN IV Disini
FORM BIODATA PESERTA PLPG 2013 disini
FORM KESEDIAAN MENJADI PESERTA PLPG 2013 disini 

Peserta PLPG 2013,
Read more

Daftar nama Tenaga Honorer Kategori 2 Lampung

Daftar nama Tenaga Honorer Kategori 2 Lampung : Menindaklanjuti Surat Deputi Bidang Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara Nomor : E-26-30/V.50-4/99 Tanggal 19 Maret 2013 dan Surat Kepala Kantor Regional V Kepegawaian Negara Nomor : 135/KR.V.25/III/2013 Tanggal 21 Maret 2013 Perihal Penyampaian Data Tenaga Honorer Kategori II di Wilayah Kerja Kantor Regional V Badan Kepegawaian Negara, bersama ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Berdasarkan hasil rapat Kepala Kanreg V BKN dengan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung dan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung pada hari Senin tanggal 25 Maret 2013 bertempat di Ruang Rapat Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, bahwa seluruh Tenaga Honorer Kategori II Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung akan dilakukan uji publik dan diumumkan secara serentak pada hari Rabu tanggal 27 Maret 2013 pada media cetak koran (Radar Lampung dan Lampung Post).
  2. Terkait uraian diatas, bersama ini kami sampaikan draft Pengumuman Bersama Tenaga Honorer kategori II untuk selanjutnya dapat diumumkan secara serentak bersama Pemerintah Provinsi Lampung dan Pemerintah Kabupaten/Kota Se-Provinsi Lampung.

Untuk melihat daftar nominasi tenaga honorer kategori II (K-2) se-provinsi Lampung silahkan download disini.

database honorer kategori 2, daftar nama tenaga honorer kategori 2 bkn,k2 Bandar Lampung, Lampung Selatan, Pesawaran, k2 Pringsewu, Tanggamus, Lampung Tengah, Lampung Timur, Kota Metro, Lampung Utara, Way Kanan, Lampung Barat, k2 Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, k2 Mesuji , database guru honorer k3.
Read more

Melihat nasib guru honorer di bawah UMR

Melihat nasib guru honorer di bawah UMR : Persoalan guru honorer di sekolah negeri dan swasta sampai saat ini masih belum tuntas. Selain soal status kepegawaian yang belum kunjung selesai, guru honorer juga menghadapi ketidakpastian dalam hal kesejahteraan dan jenjang karier serta diskriminasi pendapatan.

Pengangkatan guru honorer menjadi calon pegawai negeri sipil yang dijanjikan pemerintah sampai saat ini belum tuntas. Padahal, sudah ada payung hukumnya, yaitu Peraturan Pemerintah No 56/2012 yang disahkan Mei lalu, tetapi implementasinya belum ada kejelasan,
jumlah guru honorer di Indonesia saat ini tidaklah sedikit. Guru yang bernaung dibawah madrasah dengan segala tingkatan, misalnya mencapai 650.809 guru, dan 80 persen di antaranya berstatus non PNS (Republika, Jumat, 3 Mei 2013). Beban tugas seorang guru honorer pun tidak jauh berbeda dengan guru PNS. Namun, soal kesejahteraan, fasilitas yang dimiliki jangan dibandingkan ataupun dipertanyakan, kalah jauh. Di beberapa daerah tidak sedikit pula mereka terpaksa harus turun ke jalan menjadi tukang ojek memperjuangkan nasibnya untuk memenuhi kebutuhan dapur.

perhatian terhadap mereka kurang memadai. Ada guru honorer yang telah mengabdi belasan tahun tetapi tidak diperhatian untuk menjadi PNS. Kepada siapakah mereka harus mengadukan nasibnya, padahal masalah itu sudah menjadi rahasia umum. Sementara mereka yang cerdik, pintar menjilat dan dekat dengan kekuasaan akan meraup keuntungan. Namun, mereka yang polos-polos saja, terabaikan.

 Meski sudah belasan tahun mengajar, nasib guru honorer di "belantara" era otonomi dan belenggu kekuasaan ini, masih saja terpuruk. Hal ini semakin menguatkan bahwa guru honorer memang "seorang pejuang tanpa tanda jasa."

Setali tiga uang nasib guru PNS dan guru bersertifikasi pun hampir sama meskipun mereka ini diuntungkan karena sudah menjadi PNS dan menyandang sertifikasi. Satu hal yang hampir selalu dialaminya adalah, keterlambatan pembayaran dan ketidakpastian pembayaran sudah lumrah dialami oleh guru PNS dan guru bersertifikasi. Jika pada tahun sebelumnya sertifikasi dikelola di daerah sering sekali mengalami keterlambatan pembayaran, maka pada tahun 2013 ini pengelolaannya diambil alih oleh pusat.

kesejahteraan guru honorer pun masih kalah jauh bila dibandingkan dengan gaji seorang buruh kasar. Bahkan masih ada guru honorer yang gajinya tidak lebih dari Rp 500 ribu per bulan. Termasuk, pembayaran honor itu pun tidak tepat waktu. Alasan keterlambatan yang sangat lumrah sekarang adalah menunggu cairnya dana biaya operasional sekolah (BOS).

 Kemdikbud menyalahkan guru, sementara guru sertifikasi telah merasa yakin dengan pemenuhan persyaratan yang diminta. Usut punya usut, rupa-rupanya UKG online yang tahun lalu bermasalah belum bisa juga diatasi dan hal itu tidak dijadikan pembelajaran bagi Kemdikbud. Lagi-lagi teknologi menjadi penyebabnya. Guru yang seharusnya menerima tunjangan sertifikasi harus menerima pil pahit. Mereka tidak mempunyai SK untuk dibayarkan tunjangan sertifikasinya. Mereka inipun akhirnya resah dan panik.

Padahal, lahirnya Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen pada dasarnya merupakan kebijakan pemerintah yang di dalamnya memuat usaha untuk menata dan memperbaiki mutu guru Indonesia. Namun, pemberian tunjangan sertifikasi sebagaimana amanah dari UU seringkali mengalami permasalahan. Sejak dari berbelit-belitnya sistem birokrasi, terjadinya penundaan pencairannya dan yang saat ini verifikasi yang mengalami kendala.


Melihat nasib guru honorer maupun guru PNS, masih belum terkelola dengan baik. Sudah saatnya Kemdikbud mengevaluasi dan memberikan solusi yang memihak kepada para guru tersebut. Untuk guru honorer jangan biarkan mereka berkubang dalam penderitaan. Kemudian para guru honorer yang telah belasan tahun mengabdi tidak boleh luput dari pendataan. Keadilan harus berlaku untuk semua dan nurani kejujuran haruslah diutamakan dalam mengelola mereka.

 pengelolaan tunjangan sertifikasi harus sesuai dengan harapan para guru, agar kualitas pendidikan semakin baik. Sebagaimana tujuan diberikannya tunjangan sertifikasi yang diamanahkan UU yaitu, menata dan memperbaiki mutu guru yang berujung pada peningkatan kualitas pendidikan
Read more

Rencana perubahan PP No.74/2008 tentang Guru

Pakar Lampung - Rencana perubahan PP No.74/2008 tentang Guru : Masih dalam semangat tahun baru 2013, semoga tahun 2013 akan lebih baik dari tahun sebelumnya, pada postingan kali ini pakar lampung mencoba mengambil topik seputar  rencana perubahan PP No.74/2008 tentang Guru, dalam postingan kali ini, pakar lampung tidak memihak kepada salah satu organisasi dan tulisan ini merupakan analisa pribadi dan tidak bermaksud menjatuhkan suatu organisasi

sejak berakhirnya kekuasaan presiden Soeharto atau yang lebih keren adalah masa reformasi tahun 1998, pada masa kepimpinan B.J. Habibie agenda reformasipun digulirkan salah satunya adalah dibidang Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Belakangan ini Sejak di tetapkannya undang-undang No.9 tahun 1998, organisasi atau lembaga swasdaya masyarakat (LSM) tumbuh subur bak jamur di musin penghujan, sampai organisasi profesipun sudah tidak terhitung lagi jumlahnya, seperti yang akan pakar lampung bahas kali ini adalah organisasi profesi paling mulia di duia yaitu organisasi para guru yang yang akhir-akhir ini keberadaannya sudah tak terhingga dari organisasi guru honorer bermunculan, entah apa motovasi dari pendirian organisasi ini ?,

sementara setelah 100 hari kemerdekaan Republik indonesia yaitu pada tanggal  25 November 1945 karena merupakan profesi yang mulia di Surakarta didirikanlah Organisasi PGRI yang memiliki tujuan mulia yatu Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service,àprofesi) not commodity” serta Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan).

Artinya PGRI merupakan wadah pemersatu bagi para guru, yang para pendirinya adalah pahlawan kemerdekaan yang menginginkan para guru BERSATU dan tidak bercerai berai memperjuangankan kepentingan sekelompok tertentu

Setelah banyaknya bermunculan organisasi Profesi guru pemerintah memandang perlu untuk menertibkan atau menata keberadaan organisasi atau LSM guru itu melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.

Salah Satu perubahan yang sangat mendasar adalah organisasi profesi guru harus memiliki anggota sebagaimana aturan dalam UU Pemilu khususnya dalam persyaratan organisasi peserta pemilu. seperti perubahan pada pasal 44 ayat tiga yaitu organisasi profesi harus memenuhi persyaratan antara lain keanggotaannya terdata dan tersebar diseluruh provinsi dan kabupaten/kota minimal 25 persen dari jumlah guru di wilayah yang bersangkutan. Kepengurusannya berada di Pusat dan disemua provinsi serta minimal 75persen di kabupaten/kota.

Langkah pemerintah untuk mengubah pasal-pasal yang tertuang dalam PP No. 74/2008 ini sebenarnya sudah tepat dan benar dalam rangka penataan keberadaan organisasi guru ini, kenapa saya katakan tepat,

  • Guru merupakan suritauladan anak didiknya, artinya meberikan contoh yang baik, sementara setiap hari senin kita dengarkan anak-anak kita membacakan teks pancasial, PERSATUAN REPUBLIK INDONESIA, kenapa gurunya tidak mau bersatu.
  • dahulu sewaktu kita di sekolah dasar seorang guru mata pelajaran pendidikan moral pancasial (PMP) kalau sekarang tidak ngerti lagi namanya mata pelajarannnya, (maklum bukan guru ) yang intinya guru mengajarkan untuk Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Artinya kita dituntut untuk senantiasa mendahulukan kepentingan negara dan masyarakat di atas kepentingan lainnya kenapa kita guru hanya mementingkan kepentingan golongan atau organisasinya saja ?
  • Perubahan pada pasal 44 ayat tiga sangat TEPAT DAN BENAR, jika tidak diberlakukan syarat dan ketentuan tersebut, pakar lampung tidak bisa membayangkan berapa jumlah organisasi guru yang berdiri, jika setiap sekolahan dari PAUD sampai perguruan tinggi gurunya mendirikan oranisasi.
sehubungan dengan keberatan beberapa organisasi guru menurut pakar lampung sah- sah saja, di alam demokarasi ini, karena  kekhawatir jika revisi ini dijalankan, lembaga yang mereka buat akan dibredel atau diberangus pemerintah

Adapaun pasal-pasal lain yang krusial dalam rencana perubahan PP No.74/2008 tentang Guru antarain :


rencana pengurangan beban kerja kepala satuan pendidikan yang memperoleh tunjangan profesi. Masalah tambahan adalah paling sedikit tiga jam tatap muka dalam satu minggu pada pasal 54 ayat 1 dan dikembalikan paling sedikit enam jam tatap muka dalam satu minggu. (sudah Jelas tidak perlu dibahas karean menyangkut kesejahteraan guru )

rencana pemenuhan beban mengajar 24 jam bagi guru melalui tugas sebagai wali kelas, pembina kegiatan ekstra kurikuler, penilai kinerja guru, guru pembimbing, koordinator pengembangan keprofesian berkelanjutan, melaksanakan pembelajaran pada pendidikan non-formal, pembelajaran secara tim, atau tugas lain yang relevan dengan fungsi guru dihargai paling sedikit 6 (enam) jam paling banyak 12 (dua belas) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu. (sudah jelas tidak perlu di bahas yang penting gurunya ikhlas )

Substansi terhadap Perubahan PP No.74 Th.2008 diantaranya :

  1.  Penegasan  konsep “guru tetap” yang diangkat oleh lembaga pendidikan yang didirikan masyarakat  (Pasal 1 angka 8) dan Penjabaran “guru tetap” yang diangkat Pemerintah, pemerintah daerah, atau kepala satuan pendidikan (Pasal 15)
  2.  konsistensi dan koherensi pendidikan proesi guru, mulai dari tahap perencanaan, pendidikan, penempatan sampai dengan pembinaan( Pasal 4 ayat (3))
  3.  rincian substansi ujian tertulis dan ujian kinerja pada Pendidikan profesi (Pasal 9)
  4.  rincian substansi ujian tertulis dan ujian kinerja pada Pendidikan profesi (Pasal 10 ayat (5,6))
  5.  Perubahan konsep dan mekanisme uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik, melalui pendidikan dan pelatihan profesi guru (PLPG), atau pendidikan profesi guru (PPG).(Pasal 12)
  6. Pengaturan tentang syarat Organisasi Profesi Guru (Pasal 44 ayat (3))
  7.  Beban kerja Kepala sekolah, wakil kepala sekolah,ketua program keahlian (di SMK),Kepala Perpustakaan,Kepala laboratorium,,Guru BK,Pengawas (Pasal 54)
  8. Pengangkatan Guru oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah melalui seleksi (:Ujian tertulis, wawancara,, dan praktik mengajar): (Pasal 58)
  9.  Pemindahan guru antarprovinsi, antarkabupaten atau antarkota, antarkecamatan, antarsatuan   pendidikan, antarjenjang pendidikan, antarjenis pendidikan, dan antarmatapelajaran/rumpun mata pelajaran (Pasal 62)

draft revisi PP 74/2008 tentang Guru
semoga perubahan PP No.74/2008 tentang Guru, tidak mengurang semangat pahalawan tanpa tanda jasa untuk terus mencerdaskan bangsa
 
Read more

Mengenal karakter dari menulis titik huruf i

Pakar Lampung - Mengenal karakter dari menulis titik huruf i : Dalam analisa tulisan tangan cara menulis huruf "i", sangat berperanan penting dalam melihat karakter seseorang, Nah kali ini Pakar Lampung mencoba shering pengetahuan seputar phisikologi sesesorang, bagaimanakah pada huruf "i" Anda ?
Read more

Pidato Sambutan Peringatan Hari Guru 2010

Contoh Pidato Sambutan Peringatan Hari Guru 2010 : Peringatan Hari Guru Nasional (HGN) Ke-16 dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Adapun pada puncak acara peringatan Hari Guru digelar 25 November 2010 di Arena Pekan Raya Jakarta, akan dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada kesempatan itu, Presiden berkenan memberikan anugerah Satyalancana Pembangunan Bidang Pendidikan.

Anugerah diberikan kepada tiga gubernur dan tujuh bupati/walikota yang mempunyai komitmen tinggi terhadap peningkatan mutu pendidikan khususnya peningkatan profesionalisme guru dan tenaga kependidikan Adapun penghargaan lain yang akan diberikan adalah Satyalancana Pendidikan kepada 12 orang guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan nonformal (PTK-PNF) yang berprestasi dan berdedikasi luar biasa dalam melaksanakan tugas profesionalnya. Pada acara yang sama akan diluncurkan Bank Guru oleh Menteri Perekonomian, Selanjutnya contoh Pidato Sambutan Peringatan Hari Guru 2010, baca Judul Pidato Refleksi Peringatan Hari Guru Profesionalisme di Pertanyakan
Read more

Peringatan Hari Guru Profesionalisme di Pertanyakan

Refleksi Peringatan Hari Guru Profesionalisme di Pertanyakan : Memperingati hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) ke 65 pada 25 November mendatang, Sejarah perjalanan profesi guru di republik ini cukup panjang dan berliku.mDi era tahun 60-an guru dipandang sebagai profesi yang tidak menguntungkan dan tidak bergengsi bahkan menjadi olok-olok oleh sebagian masyarakat. tulisan di bawa ini merupakan ungkapan seorang guru yang hanya mengejar honor dan kenaikan sehingga lupa dengan tugas dan fungsi seorang guru yang mulia

Saat itu gaji guru sangat kecil sehingga banyak guru yang kehidupannya tidak layak jika mengandalkan dari profesinya sebagai guru. Tidak heran di era tersebut banyak guru yang beralih profesi menjadi tentara yang pada saat itu dipandang lebih terhormat dan bergengsi.

Fase berikutnya munculah sosok guru yang digambarkan oleh Iwan Fals dalam lagunya Oemar Bakri, figur yang selalu pasrah menerima perlakuan tidak adil dari penguasa terhadap hak-hak kesejahteraan yang sudah semestinya diterima. Bahkan Oemar Bakri tidak mampu menolak takdir diolok-olok oleh ulah nakal murid-muridnya sendiri. Pandangan terhadap sosok guru tersebut lahir karena saat itu profesi guru mendapat imbalan dan gaji yang tidak sebanding dengan besarnya biaya hidup sehari-hari, sehingga profesi guru secara matematika tidak menjamin kesejahteraan hidup bagi diri dan keluarganya.

Saat masyarakat mulai menyadari arti pentingnya pendidikan mulai ada pemikiran bahwa pendidikan bukan hanya tanggungjawab pemerintah, melainkan juga masyarakat dalam hal ini orang tua siswa. Hal ini diwujudkan dengan lahirnya Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3), yang antara lain menjembatani antara kepentingan sekolah dan orang tua siswa. Saat itulah mulai memikirkan bagaimana mengupayakan penghasilan tambahan berupa honorarium bagi guru, baik guru PNS maupun guru honorer, dengan pertimbangan bahwa gaji guru dari pemerintah belum menjamin kehidupan yang layak. Pembayaran honorarium guru itu disepakati antara pihak sekolah dan BP3 sebagai perwakilan orang tua siswa dan dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah. Jadi sifatnya resmi dan mendapat persetujuan dari Dinas Pendidikan.

Keadaan tersebut berlangsung cukup lama dan dianggap biasa, sehingga saat ini setelah lahirnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dimana BP3 berubah nama menjadi Komite Sekolah, dalam sistem MBS sekolah mempunyai keleluasaan untuk menyusun program sekolah secara mandiri sesuai karakteristik sekolah masing-masing, atas persetujuan Komite Sekolah dan Dinas Pendidikan setempat. Yang menarik bahwa hampir disetiap sekolah menganggarkan lebih dari 50 persen untuk membayar honorarium guru, baik guru PNS maupun guru honorer dalam APBSnya. Hal inilah yang kemudian digugat oleh sebagian orang tua siswa, yang mempertanyakan khususnya guru PNS yang sudah mendapat gaji dari pemerintah mengapa harus mendapat lagi tambahan honorarium dari sekolah, yang ujung-ujungnya dibebankan kepada masyarakat melalui orang tua siswa.

Gugatan itu mencuat akhir-akhir ini setelah lahirnya UndangUndang Guru dan Dosen yang didalamnya mengatur tentang pemberian tunjangan profesi sebesar 1 kali gaji pokok bagi guru yang sudah lulus sertifikasi. Sehingga, masyarakat berpikir jika guru sudah mendapatkan jaminan kesejahteraan yang layak dari pemerintah, mengapa harus mendapatkan lagi honorarium dari sekolah melalui APBS-nya yang biayanya dipungut dari orang tua siswa.

pemerintah menargetkan program sertifikasi guru akan tuntas pada 2014. Ini artinya bahwa dari jumlah guru 2,7 juta di seluruh Indonesia masih banyak guru yang belum tersertifikasi, sekaligus belum menikmati tunjangan profesi guru. Oleh karena itu hendaknya masyarakat, terutama orang tua siswa, dapat bersikap bijak menyikapi masalah honorarium guru yang dianggarkan oleh sekolah yang sumber dananya dari orangtua siswa. Dimasa yang akan datang secara bertahap seiring dengan percepatan pelaksanaan sertifikasi guru, pos anggaran untuk honorarium guru PNS dalam APBS sedikit demi sedikit bisa dikurangi bahkan ditiadakan.

Dilain pihak Kepala sekolah dan dewan guru bersama komite sekolah hendaknya menyusun program, terutama menyangkut pembayaran honorarium, hendaknya berbasis kinerja. Secara bertahap seharusnya sekolah sudah mulai menerapkan pembayaran honorarium kepada guru hanya menyangkut kegiatan yang dilaksanakan guru di luar tugas pokoknya. Sekolah tidak lagi membayar jam mengajar guru, ulangan, maupun kegiatan remedial dan pengayaan, sebab kegiatan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tugas pokok seorang guru.

Pembayaran honorarium guru lebih diutamakan kepada guru yang mendapat tugas tambahan, seperti wali kelas dan pembina kegiatan ekstra kulikuler serta pembimbingan kegiatan siswa. Bahkan besaran honorarium untuk tugas tambahan sebagai kepala sekolah, wali kelas dan pembina ekstra kulikuler bisa ditentukan oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota sehingga ada keseragaman dan tidak menimbulkan pro kontra di masyarakat. Dengan demikian besaran honorarium dalam APBS bisa ditekan sedemikian rupa yang pada akhirnya dapat mengurangi beban orang tua siswa.

Saat ini sebelum program sertifikasi guru tuntas maka masyarakat dan orang tua siswa, khususnya di jenjang SMA/SMK, diharapkan masih ikut membantu membiayai sumbangan biaya yang dianggarkan dalam APBS. Disisi lain hendaknya sekolah dan komite sekolah yang notabene perwakilan orang tua siswa, dalam menyusun ABPS diharapkan bersikap bijak, tidak berlebihlebihan apalagi mengada-ngada sehingga menimbulkan biaya besar yang memberatkan orang tua siswa.

APBS yang disusun hendaknya transparan, akuntabel dan pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan. Khusus bagi guru yang sudah tersertifikasi dan menerima tunjangan profesi hendaknya dapat menunjukan kinerja yang optimal dan berupaya meningkatkan mutu pembelajaran yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan.

Jangan Perjual belikan Sertifikasi Guru Hanya untuk Mengejar tunjangan profesi, ingatlah Tugas dan fungsi mu, frofesi guru adalah mulia, bukan pofit motif dangan memperjual belikan BUKU,


Search, Malakah, artikel, Pidato Peringatan hari guru,
Read more

Perempuan Sebagai Komoditi Perusak Karakter Bangsa

Perempuan Sebagai Komoditi Perusak Karakter Bangsa : Di sekitar kita, hampir tidak ada lagi proteksi nilai yang menjadi filter dalam cara berpakaian kaum hawa. Tengok saja perempuan di sekitar Anda, entah di mall hingga perkampungan kumuh, pakaian yang semestinya digunakan dalam kamar pribadi justru dengan bangga dan tidak merasa risih digunakan di luar rumah.

Celana dengan ukuran (maaf, sepertiga paha) menjadi tren pada sebagian wanita masa kini. Baju tanpa lengan hingga terlihat bagian tubuh yang semestinya ditutup untuk dijaga, justru menjadi tren yang sedang menjangkiti sebagian wanita di era modern.

Entah apa yang terjadi pada karakter anak bangsa ini? Kompleksitas problematika masyarakat secara akumulatif berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan karakter bangsa. Gencarnya godaan pornografi dan pornoaksi hampir tidak lagi dapat dibendung. Ribuan video porno yang diperankan mulai anak SMP, SMA, mahasiswa hingga pejabat memang telah telanjur tersebar di masyarakat.

Himpitan gambar-gambar seksi wanita yang menjadi duta iklan berbagai produk menjadi gempuran yang sangat dahsyat merasuki pembentukan karakter anak bangsa. Lihat saja iklan-iklan rokok, mobil, motor, ponsel, televisi, laptop serta piranti teknologi lain kini menjadikan perempuan sebagai komoditi untuk menarik calon pembeli.

Godaan pornografi dan pornoaksi telah menjadi santapan sehari-hari di sekitar kita. Tidak peduli anak kecil hingga orang dewasa, gempuran itu telah melumpuhkan otak kita secara perlahan-lahan untuk menolak pornografi. Permainan komputer (games) yang dimainkan oleh anak-anak juga telah menjadi media penyebaran gambar-gambar seksi sebagai hadiah ketika mereka memenangkan permainan.

Bacaan komik yang digemari oleh anak kecil juga menjadi media penyebaran gambar-gambar porno. Di pasar tradisional hingga supermarket, dengan uang lima ribu rupiah, compact disc (CD) film porno dengan mudah didapatkan bahkan menjadi dagangan yang sangat laris dan menjanjikan.

Di koran dan majalah, hampir setiap hari kita melihat gambar yang memperlihatkan wanita seksi. Iklan-iklan di pinggir jalan, di billboard, di perempatan kota telah menjadi tempat strategis untuk memajang iklan produk yang memajang wanita seksi sebagai model iklanya.

Fasilitas kamera yang diintegrasikan pada ponsel justru menjadi media untuk penyebaran gambar maupun film porno ke sesama pelajar via bluetooth maupun sistem transmisi lain. Godaan pornografi dan pornoaksi bahkan dinikmati secara bersama-sama di kampung-kampung oleh anak-anak dan orangtua mereka melalui hiburan candoleng-doleng.

Melihat fenomena tersebut, keresahan orang tua maupun para pendidik terhadap moral generasi bangsa menjadi sesuatu yang sangat wajar. Hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang diberitakan di Berita Lampung menyimpulkan 97 persen anak SMP pernah nonton film porno serta 67 persen murid SD pernah mengakses pornografi perlu mendapat perhatian serius dari semua stakeholder pendidikan, meskipun teknik pengambilan sampelnya masih dipertanyakan banyak kalangan.

Karakter Bangsa
Karakter bangsa yang mengedepankan budaya sopan santun sudah sangat jauh tergerus. Budaya Tabik ketika lewat di depan orang yang lebih tua kini sudah jarang kita temui. Padahal, budaya tersebut pada Masyarkat Lampung menjadi ekspresi penghormatan seorang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.

Akhirnya, yang tua tidak lagi respek kepada yang lebih muda. Orang tua sudah tidak lagi peduli pada cara berpakaian anak-anaknya dan pada saat bersamaan sang anak sudah tidak peduli dengan nasihat orang tuanya.

Degradasi nilai moral dan karakter anak bangsa menjadi fokus perhatian kementerian pendidikan nasional dengan mengusung pendidikan karakter bangsa menjadi tema sentral pembenahan pendidikan nasional pada tahun 2010. Pendidikan karakter bangsa tidak hanya direvitalisasi pada lembaga pendidikan formal, namun yang lebih penting didorong adalah bagaimana peran keluarga dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan informal anak bangsa.

Penerapan Undang-Undang Pornografi memang menjadi suatu ikhtiar dan produk DPR untuk membentengi anak bangsa ini dari godaan pornografi. Namun, hal itu tidak akan cukup apabila pemerintah tidak secara serius memberikan perhatian pada upaya preventif untuk mengurangi potensi peredaran pornografi.

Orang tua tidak boleh hanya menyerahkan sepenuhnya pembentukan karakter anaknya pada sekolah, betapapun mahalnya sekolah tersebut. Internalisasi nilai agama, budaya, dan karakter bangsa melalui pendidikan agama, pendidikan informal dalam keluarga, serta pendidikan formal di bangku sekolah akan terus terbius oleh godaan pornografi
Read more

Dampak Penerimaan Siswa Baru Terhadap Kualitas Pendidikan

Dampak Penerimaan Siswa Baru Terhadap Kualitas Pendidikan : Pemerintah bertekad untuk mengembangkan pendidikan karakter dalam dunia pendidikan di Indonesia terkait dimulainya tahun ajaran baru besok. tahun ajaran baru yang segera dimulai besok merupakan momentum bagus untuk mengenalkan pendidikan karakter yang salah satunya adalah karakter kesantunan karena lawan dari kesantunan adalah kekerasan.

Tujuan pendidikan adalah menciptakan manusia menjadi individu-individu yang bermutu, berwawasan luas serta mampu berinterkasi dengan lingkungannya. Tujuan di atas akan dengan sendirinya tercapai ketika materi pendidikan mampu terimplementasikan ke dalam jiwa dan pikiran peserta didik. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, maka iklim pendidikan harus dirancang sedemikian rupa, sehingga bisa tercipta proses pendidikan yang humanis.

Sebelum kita mulai ajaran baru besok tidak salahnyanya kita melihat proses penerimaan siswa baru di semua sekolah karena memiliki posisi yang sangat strategis dan menentukan dalam kualitas pendidikan kita, Karena keluaran (lulusan) akan sangat bergantung pada masukan (calon siswa).Mari kita melihat beberapa masalah penerimaan siswa baru Tahun ini.

Apakah penerimaan siswa baru ini benar-benar berjalan sesuai dengan keinginan kita bersama bahwa dunia pendidikan kita harus bersih dari segala macam praktek ketidakbenaran ? Ataukah, PSB kali ini hanya sekedar indah di atas kertas, namun masih dipenuhi dengan tipu muslihat ?
Berikut Beberapa Masalah yang bisa menjawab Pertanyaan Di Atas yang di Kutip Pakar Lampung dari Berbagai Media ;

Server Penerimaan Siswa Baru Ngadat Karena Pemerintah Kurang Bijak
Pemerintah,harus tetap memberi peluang bagi masyarakat yang masih menggunakan pendaftaran secara manual. Apalagi belum semua masyarakat mengerti dan terakses dengan teknologi internet. "Teknologi tidak menjamin 100 persen sudah baik, Selengkapnya Baca tempo

Jual Beli Bangku Kosong Bisa sampai Rp 15 Juta
Ia masih tutup mulut mengenai dugaan terjadinya tarikan yang memberatkan orangtua tersebut. Keluhan itu sendiri mencuat dari orangtua yang membuka warung di kawasan Ketampon itu. Dia terpaksa mencari utangan agar bisa membayar biaya seragam yang diwajibkan sekolah sebesar hingga Rp 1.977.000. ’’Tapi masih kurang satu juta rupiah,’’ kata orangtua murid itu yang enggan disebut namanya. Baca Surabaya Post.

Dinas Pendidikan DKI Tidak Profesional
Kekacauan penyelenggaraan PPDB online SMA/SMK di DKI Jakarta tahun 2010 sangat meresahkan orangtua calon siswa atau lulusan SMP yang mendaftar ke SMAN/SMKN. Penjelasan Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak bisa dipegang kepastiannya sehingga menimbulkan kemarahan orangtua di sekolah tempat pendaftaran. Baca Kompas.com

Biaya seragam sekolah dikeluhkan
SUKOHARJO - Kebingungan para orang tua saat penerimaan siswa baru (PSB), tarus berlanjut. Meski anaknya sudah diterima di sekolahan yang dituju, namun kini muncul persoalan baru. Pasalnya, para orang tua murid harus merogoh kocek dalam-dalam untuk membayar uang pendaftaran dan seragam sekolah yang dinilai sangat mahal.

Buntut dari mahalnya seragam sekolah, belakangan menjadi beban dan keluhan masyarakat. Sebab, harga seragam sekolah jauh lebih mahal dibanding harga di toko atau di pasar umum. Untuk seragam SMA/SMK berkisar antara Rp 700 ribu- Rp 900 ribu dan siswa SMP berksiar Rp 400 ribu. Mahalnya harga seragam sekolah jadi keprihatinan kalangan DPRD, Baca Selengkapnya

Dampak Penerimaan Siswa Baru Banyak Lulusan SD Tak Bisa Baca
Pelaksanaan seleksi penerimaan siswa baru (PSB) tingkat SMP dan sederajat tahun 2010 di Kota Ternate, Maluku Utara, mengungkap sejumlah fakta yang memprihatinkan. Di antaranya banyak lulusan SD peserta seleksi itu yang tidak bisa membaca.
Pelaksanaan seleksi PSB di SMP Negeri 2 Ternate misalnya, menurut panitia seleksi PSB di SMP itu, Djafar Noho, di Ternate, Minggu (11/7/2010), ada 10 lulusan SD yang ikut seleksi di SMP Negeri 2 Ternate yang tidak bisa membaca. Baca Selngkapnya

Modus Jual Beli Bangku Kosong
- Orangtua sengaja memilih sekolah negeri yang jauh dari rumah dan berada di luar subrayon yang nilai UN minimum mencukupi nilai UN anaknya.

- Siswa itu lantas mengikuti pelajaran setidaknya satu semester atau enam bulan.

- Setelah mendapat rapor semesteran, orangtua mengajukan mutasi ke sekolah dan Dispendik dengan alasan lokasi sekolah jauh dari domisili siswa.

- Membeli kursi di sekolah yang diinginkan dengan membayar dana antara Rp 7 juta hingga Rp 15 juta. Nilai ini pun bisa lebih tinggi, sesuai dengan status, lokasi sekolah dan permintaan dari orangtua.

- Jika deal maka siswa yang bersangkutan mengisi bangku kosong yang oleh Dispendik dinyatakan dibiarkan kosong.

- Untuk Penerimaan Siswa Sekolah Dasar Biasanya Dengan Mengenakan Umur Jika Umur Kurang Biasanya Kuran 3 - 5 Bulan Maka pihak sekolah Akan Mengenakan Biaya Tambahan Sebesar Rp. 200.000 s/d 500.000, melalui Makelar atau team sukses. Baca selengkapnya

Tulisan di atas merupakan sekelumit permasalahan Dunia pendidikan di Tanah Air, dan masih banyak persoalan lain seperti SMS bankking sistem Penerimaan Siswa Baru, dan munkin ada yang bisa menambahkan seputar permasalahan dunia pendidikan ?
Read more

Pengaruh Pendidikan Tinggi terhadap Angka Pengangguran

Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat permasalahan tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks.

Pengangguran intelektual tidak terlepas dari persoalan dunia pendidikan yang tidak mampu menghasilkan tenaga kerja berkualitas sesuai tuntutan pasar kerja sehingga seringkali tenaga kerja terdidik kita kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Fenomena inilah yang sedang dihadapi oleh bangsa kita di mana para tenaga kerja yang terdidik banyak yang menganggur walaupun mereka sebenarnya menyandang gelar.

Salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah sulitnya memberikan pendidikan yang benar-benar dapat memupuk profesionalisme seseorang dalam berkarier atau bekerja. Saat ini pendidikan kita terlalu menekankan pada segi teori dan bukannya praktek. Pendidikan seringkali disampaikan dalam bentuk yang monoton sehingga membuat para siswa menjadi bosan. Kita hanya pandai dalam teori tetapi gagal dalam praktek dan dalam profesionalisme pekerjaan tersebut. Rendahnya kualitas tenaga kerja terdidik kita juga adalah karena kita terlalu melihat pada gelar tanpa secara serius membenahi kualitas dari kemampuan di bidang yang kita tekuni.

Jadi apakah dengan pendidikan yang tinggi akan semakin mudah mencari kerja? Dan mampukah Pemerintah dengan filosopis anggaran 20 persen dari APBN maupun APBD yang dialokasikan untuk pendidikan nantinya dibarengi dengan peningkatan kesempatan kerja? atau hanya hisapan jempol belaka?

Bagaimanapun pendidikan adalah sarana untuk mentrasformasi kehidupan kearah yang lebih baik. Pendidikan pun dijadikan standar stratifikasi sosial seseorang. Orang yang berpendidikan akan mendapatkan penghormatan (prestice of life) dimata publik walaupun dari keturunannya tidak dikarunia oleh Tuhan kekayaan yang berlimpah.

Akibatnya, orangpun berbondong-bondong untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Mengingat dunia ini terus melaju pada era globalisasi, era persaingan global dan Indonesia merupakan bagian yang ikut andil didalamnya.

Dikehendaki ataupun tidak, setiap negara akan mengikuti perubahan dunia tersebut. Sehingga untuk mempersiapkan diri dari setiap persaingan global tersebut, manusiapun meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikannya baik mereguk pendidikan didalam negeri maupun dinegeri orang yang sudah nyata-nyata kualitasnya (hight quality). Demikian merupakan syarat utamanya.

Peningkatan
Pengangguran Sarjana Drastis

Namun alangkah mirisnya hati ini, pengangguran sarjana atau lulusan universitas ternyata tertinggi di Tanah Air dibandingkan dengan lulusan lain. Badan Pusat Statistik merilis, per Februari 2010, angka pengangguran terbuka mencapai 8,59 juta orang. Sebanyak 1,22 juta orang atau 14,24 persen di antaranya adalah sarjana.

Kepala BPS Rusman Heriawan mengatakan, jumlah pengangguran sarjana meningkat dibandingkan dengan posisi tahun-tahun sebelumnya. Data BPS memperlihatkan, pada Februari dan Agustus 2009, pengangguran sarjana masing-masing hanya 12,94 persen dan 13,08 persen. Dalam rilis BPS per Februari ini mencatat jumlah pengangguran terbuka berdasarkan riwayat pendidikan tertinggi ditempati oleh pendidikan diploma I/II/III yang mencapai 15,71 persen dari 8,59 juta pengangguran. Sementara untuk pengangguran lain dengan angka pengangguran total 8,59 juta pengangguran masing-masing adalah lulusan universitas 14,24 persen, SMK 13,81 persen, SMA 11,9 persen, SMP 7,55 persen, dan SD ke bawah 3,71 persen.

Dari data di atas, sudah sangat jelas Indonesia mempunyai permasalahan yang tidak ringan dalam mengatasi pengangguran, utamanya yang bergelar sarjana. Sudah kuliah bayar mahal, ujung-ujungnya menganggur juga. Bila tidak segera diatasi, angka ini bukannya semakin turun tapi akan melonjak naik. Apalagi bila mengingat tiap tahun ada dua gelombang wisuda di tiap Perguruan Tinggi (PT), maka tinggal mengalikan saja jumlah tersebut dengan jumlah PT di Indonesia. Disini terlihat jelas bahwa jumlah lulusan sarjana dari tahun ketahun semakin bertambah, sehingga semakin meningkat pula angkatan kerja yang tidak persis diimbangi dengan perubahan pada kesempatan kerja.

Lalu yang menjadi pertanyaan kita adalah kenapa hal demikian ini bisa terjadi? Bukankah semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin luas pula kesempatan kerja yang diperolehnya? Atau dimanakah letak kesalahan tersebut? Apakah sistem pendidikan yang selama ini keliru? Yang hanya berorientasi melahirkan jumlah calon karyawan yang mencari kerja (what to do) tetapi bukan bagaimana menciptakan calon-calon pengusaha yang mandiri (what to be)?

Menurut Richard G. Lipsey dan kawan-kawan. (dalam buku "Economics 10th ed.", 1997: 39) menjelaskan, bahwa pengangguran adalah barang buruk ("bad") sosial seperti halnya keluaran merupakan barang baik ("good") sosial. Orang yang menganggur adalah orang yang mau dan mampu bekerja tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan.

Masih menurut Lipsey, Pengangguran pun merupakan sumber daya berharga yang potensi keluarannya tersia-sia. Pasangan fisik pengangguran adalah senjang resesi-potensi PDB yang tidak jadi dihasilkan. Keadaan demikian akan berpengaruh juga pada Pendapatan Nasional.

Bila pendapatan nasional berubah, maka volume kesempatan kerja ( employment) dan volume pengangguran (Unemployment) juga berubah. Angka pengangguran memang berfluktuasi dari tahun ke tahun, karena perubahan pada angkatan kerja tidak persis diimbangi oleh perubahan pada kesempatan kerja.

Alasan Lulusan Sarjana Menganggur

Ada beragam alasan kenapa para lulusan sarjana menganggur. Alasan pertama adalah apa yang dinamakan dengan pengangguran siklis yaitu orang menganggur terpaksa (involuntarily unemployed). Golongan lulusan sarjana ini ingin bekerja dengan tingkat upah yang berlaku, tetapi sayangnya pekerjaan tidak tersedia. Bisa dikatakan juga sarjana ini termasuk yang pilih-pilih kerja. Boleh saja ia memfilterisasi pekerjaan sesuai skill dan kapabilitas keilmuannya. Tetapi kalau terlalu lama menunggu, maka akan terjadi dekonstruksi terhadap kesarjanaannya di area publik. Pengangguran siklis merupakan tantangan bagi teori ekonomi mikro.

Yang kedua adalah pengangguran friksional yang diakibatkan oleh perputaran (turnover) normal tenaga kerja. Orang-orang muda (fresh graduetion) yang memasuki angkatan kerja dan mencari pekerjaan. Tanpa diikuti dengan skill yang mumpuni atau pengalaman kerja yang tidak memadai, sehingga kalah dalam kompetisi kerja. Akibatnya para sarjana muda tersebut merupakan sumber penting pengangguran friksional. Ataupun dengan para sarjana yang keluar dari pekerjaannya merupakan sumber yang lainnya.

Untuk menanggulangi pengangguran friksional ini dibutuhkan training-training keahlian kerja dan menumbuhkan jiwa kewirausahaannya. Sebab setiap orang dilahirkan dengan bakat alamiah. Bilamana bakat alamiah ini terus diasah dan dikembangkan, tidak mustahil akan mendatangkan income juga.

Sedangkan jenis pengangguran yang ketiga adalah pengangguran struktural, yang didefinisikan sebagai pengangguran yang disebabkan ketidak sesuaian antara struktur angkatan kerja berdasarkan jenis keterampilan, pekerjaan, industri, atau lokasi geografis-dan struktur permintaan akan tenaga kerja.

Pengangguran jenis ketiga ini lebih berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi kecepatan penyesuaian pasar tenaga kerja terhadap perubahan. Seperti di Inggris dan Kanada telah menerapkan kebijakan yang menghambat perpindahan antara wilayah, industri, dan jenis pekerjaan. Sehingga kebijakan tersebut cenderung meningkatkan pengangguran struktural.

Sedangkan di Indonesia ketika diterapkannya UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan telah menganut sistem perjanjian kerja kontrak. Yang sebenarnya merugikan karyawan. Dan berpeluang meningkatnya angka pengangguran. Dimana para sarjana yang sudah mendapat pekerjaan pun, nasib mereka masih terancam juga dengan PHK mengingat kondisi perekonomian Indonesia yang masih saja belum bangkit dari keterpurukan. Krisis global yang menginduk kepada Kapitalisme berimbas juga pada semakin tingginya angka pengangguran. Bila sudah begini, kemana lagi akan mencari solusi atas tingginya pengangguran sarjana ini? Semoga saja permasalahan mengenai pengangguran ini dapat segera di atasi. Sehingga dapat mengurangi angka pengangguran bertitel di Indonesia. (Referensi analisadaily)

Search ; Analisa Dampak Pendidikan terhadap Pengangguran, Pengaruh Dunia Pendidikan terhadap penyedia Lowongan Kerja,Makalah Analisa Kebijakan Pemerintah terhadap ketenagakerjaan di Indonesia, Makalah Analisa kualitas duni pendidikan di Indonesia, sistem pendidikan dan dampak kelulusan, manajemen Mutu Pendidikan terhadap Ekonomi Masyarakat, makalah Analisa Pengaruh Pendidikan Tinggi terhadap Angka Pengangguran
Read more

kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah sebelum melaksanakan Ujian Nasional

Hasil ujian Nasional lagi-lagi menjadi bahan pemberitaan yang hangat di berbagai media cetak maupun Elektronik . Melihat berbagai fenomena regulasi di bidang pendidikan selama ini, pertanyaannya adalah:

Mampukah rezim politik sekarang ini memenuhi cita-cita reformasi untuk menghasilkan pemerintahan efektif, yang dapat memajukan kesejahteraan umum, serta menghasilkan kebijakan di bidang pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Agar generasi mendatang dapat melanjutkan eksistensi bangsa ini dalam era persaingan global dunia? Pertanyaan ini perlu saya kemukakan, karena ditengah kelesuan upaya membangun bangsa di era reformasi saat ini, nampaknya masih banyak kendala yang kita hadapi khususnya di bidang pendidikan.

Menurut Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh, seperti yang di lansir laman Kominfo Angka kelulusan itu jika dibandingkan Ujian Nasional tahun 2009, dengan jumlah peserta 3.441.815 siswa, mengalami penurunan, karena tingkat kelulusan tahun lalu mencapai 95,09 persen.
Mendiknas menyebutkan, dari 9,73 persen siswa yang harus mengulang UN, ada beberapa provinsi yang paling tinggi persentase mengulangnya, yakni Nusa Tenggara Timur (39,87 persen), Gorontalo (38,80 persen), dan Bangka Belitung (34,69 persen), sedangkan yang paling kecil adalah Provinsi Bali, hanya 1,4 persen.

Sementara itu persentase siswa yang harus mengulang menurut jumlah mata pelajarannya (MP), katanya, sebanyak 21,19 persen atau 74.317 siswa harus mengulang satu mata pelajaran, 37,14 persen atau sebanyak 130.277 siswa mengulang dua mata pelajaran, 29,41 persen atau 103.185 siswa mengulang tiga mata pelajaran, dan 12,26 persen atau 43.019 siswa mengulang empat pelajaran.

Mendiknas menyebutkan, dari hasil UN SMP 2010 juga diketahui ada sebanyak 561 sekolah atau 1,31 persen yang kelulusannya nol persen dengan jumlah siswa 9.283 orang atau 0,26 persen.

“Kemudian ada sebanyak 17.852 sekolah (41,64 persen) yang kelulusannya 100 persen, dengan jumlah siswa sebanyak 1.116.761 siswa atau 31,32 persen,” kata M. Nuh. Mendiknas juga mengatakan ada 102 sekolah SMP sederajat yang masuk dalam 102 besar sekolah yang memiliki nilai rata-rata UN tertinggi. Dikemukakan, peringkat pertama adalah SMP Negeri 1 Tulungagung di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dengan jumlah peserta UN sebanyak 394 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata UN mencapai 9,38.

Kemudian peringkat kedua SMP Negeri 1 Denpasar di Kota Denpasar, Bali, jumlah peserta UN 295 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, juga dengan nilai rata-rata 9,38. SMP Negeri 1 Denpasar berada di peringkat dua karena jumlah siswanya lebih sedikit dibanding SMP N 1 Tulungagung.

Peringkat tiga diraih SMP Singapore National Academy Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, dengan jumlah peserta satu siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata 9,34.

Kemudian peringkat empat adalah MTs Tanfa’ul Ulum Kapungrembug, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, dengan jumlah peserta 27 siswa, tingkat kelulusan 100 persen, dengan nilai rata-rata 9,32, dan peringkat lima MTs Al Islami Sungai Jepun, Kabupaten Indragiri Hilir, Riau, jumlah peserta empat orang, tingkat kelulusan 100 persen, nilai rata-rata 9,31.

Sebenarnya ada beberapa kekeliruan yang dilakukan oleh pemerintah sebelum melaksanakan Ujian Nasional.

Pertama, seperti yang menjadi awal perdebatan UN yaitu mengenai standar nilai kelulusan UN yang dinilai berbagai kalangan terlalu tinggi, yaitu 5,50 diberlakukan secara merata untuk seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Padahal kita tahu, tingkat pemerataan mutu pelajaran dan pengajar (guru) untuk masing-masing daerah yang ada di Indonesia berbeda-beda.

Kedua, persiapan pemerintah untuk menggelar UN belum matang sepenuhnya karena banyak permasalahan yang terjadi di dunia pendidikan belum terselesaikan. Seperti masalah profesionalisme guru yang kualitasnya masih dipertanyakan dalam mendidik dan mencerdaskan berjuta-juta anak bangsa. Bagaimanapun peranan guru sangat penting untuk membekali siswa-siswanya dengan teori-teori keilmuan pada masing-masing mata pelajaran yang diajarkannya di sekolah. Padahal beberapa tahun yang lalu, pemerintah telah menetapkan program sertifikasi guru dan dosen guna memajukan pendidikan di Indonesia.

Karenanya untuk memenuhi sertifikasi, seorang guru harus berupaya meningkatkan kompetensi keilmuan yang dimilikinya. Tapi sayangnya, program sertifikasi guru dan dosen tersebut, kini mulai kehilangan tujuannya. Penyebabnya adalah kurangnya kesadaran dari para guru. Program sertifikasi guru dan dosen kini hanya dijadikan untuk mendapatkan tunjangan profesi dan kenaikan gaji semata, daripada untuk meningkatkan kualitas keilmuan yang dimilikinya. Padahal dengan tersedianya guru-guru yang cerdas dan berkualitas diharapkan dapat menunjang keberhasilan siswa dalam menjawab soal-soal Ujian Nasional.

Ketiga, mengenai model (kualitas) soal yang diujikan dalam UN pada masing-masing mata pelajaran, tampaknya selalu saja menjadi permasalahan. Seperti pada pelaksanaan Ujian Nasional di tahun-tahun sebelumnya, banyak siswa yang mengeluh tentang soal-soal Ujian Nasional yang dinilai terlalu sulit pada beberapa mata pelajaran sehingga membuat siswa tidak dapat menjawabnya dengan benar.

Beberapa siswa di beberapa daerah juga mengeluhkan tentang ketidaksesuaian antara soal Ujian Nasional dengan materi-materi pelajaran yang diberikan oleh guru-guru mereka di sekolah. Padahal materi-materi pelajaran tersebut telah disesuaikan dengan kurikulum pendidikan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya untuk siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional.

Orang yang bijak adalah orang yang bisa belajar dari setiap kesalahan (kegagalan) yang telah diperbuatnya untuk melakukan suatu perbaikan demi mencapai kesempurnaan yang diharapkan di masa yang akan datang. Begitu juga dengan pemerintahan yang kita harapkan, semoga pemerintah kita bisa bertindak lebih bijak lagi demi memperbaiki sistem pendidikan yang selama ini dirasa memiliki banyak kekurangan. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa dirugikan dalam penilaian Ujian Nasional.

Referensi KOMINFO

Tag:
Analisa Dampak Hasil Ujian Nasional, Makalah pengaruh Kepentingan Politik terhadap Dunia Pendidikan, standar sertifikasi guru 2010, Paradigma Pendidikan dan Kepentingan Politik, sistem pendidikan yang baik dan benar, Data Persentase kelusan Ujian Nassional 2010, Analisa Keberhasian Ujian Nasional 210

Read more

Fenomena Aneh dan Keji dalam Dunia Pendidikan

Fenomena Aneh dan Keji dalam Dunia Pendidikan ; Terkait momentum Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada Hari ini merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada hari ini hampir setiap institusi yang ada kaitannya dengan dunia pendidikan mengadakan upacara bendera. Upacara untuk memperingati hari bersejarah bagi dunia pendidikan Indonesia. Bidang pendidikan yang harusnya bisa mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Bidang pendidikan yang harusnya mampu melahirkan generasi yang dapat berpikir mana benar mana salah.

Dunia pendidikan kita memang memprihatinkan. Standar kelulusan yang dinaikkan menjadi 5 adalah salah satu usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun di sisi lain ada keprihatinan yang menggelayuti dunia pendidikan kita bahwa tidak sedikit para pelajar kita yang merasa ketakutan tidak bisa lulus dengan standar kelulusan yang dinaikkan tersebut. Bahkan ada yang rela berbuat curang dengan melakukan kegiatan mencontek. wah ini sangat memalukan.

Bahkan ada Fenomena yang sangat keji dalam dunia pendidikan kita, yaitu adanya soal yang bocor. Gejala apakah yang sedang terjadi dalam dunia pendidikan kita. Bukankah muka dunia pendidikan di Indonesia benar-benar tercoreng dengan kasus bocornya soal tersebut. Siapa yang harusnya bertanggungjawab dalam masalah bocornya soal ini. Presidenkah, Menterikah, Dinaskah, atau para orang tua yang dengan relanya mengeluarkan sejumlah uang yang bagi para pengemis di pinggir jalan itu adalah jumlah yang sangat besar sekali, demi satu jawaban soal. Dimanakah nurani para pihak yang terkait langsung dalam penyelenggaraan ujian ini?

ada sedikit fenomena aneh dalam dunia pendidikan kita dimana persyaratan dalam masuk Sekolah Dasar Adalah harus Bisa Baca dan Bisa Nulis, Dulu, masuk ke Sekolah Dasar (SD) tidak perlu pakai tes. Asalkan cukup umur, 6-7 tahun, anak bisa masuk SD, baik di sekolah negeri atau swasta. Sekarang, umur saja tidak cukup. Mau masuk SD, anak harus dites dulu. Sudah bisa baca belum? Kenal huruf enggak? Sudah pandai menghitung sampai berapa? terus kalau umur kurang dari 6 tahun Mau bayar Berapa?

Mungkin ada yang bisa menambahkan tentang Persyaratan Masuk sekolah Dasar ?
persyaratan masuk sekolah dasar
Read more

Penyebab Gagalnya Ujian Nasional Siswa, Guru Atau Pemerintah

Penyebab Gagalnya Ujian Nasional Siswa, Guru Atau Pemerintah ; Sungguh ironis hasil Ujian Nasional (UN) tahun ini. Selain tingkat kelulusannya menurun, mata pelajaran yang mengganjal kelulusan ternyata Bahasa Indonesia.

Selama ini, kebanyakan murid sekolah justru khawatir dengan pelajaran matematika yang dianggap jauh lebih sulit dibanding Bahasa Indonesia. Lebih ironis lagi, murid jurusan bahasa menjadi 'korban' terparah karena tidak mampu mengerjakan soal Bahasa Indonesia.

Berikut Hasil Penelusuran Pakar Lampung dari berbagi Laman di temukan Dari 1.475 siswa jurusan bahasa, sebanyak 919 siswa atau 62,26 persen tidak lulus karena Bahasa Indonesia. Begitu juga, dari jurusan IPS yang tidak lulus karena Bahasa Indonesia juga banyak, yakni 9.200 siswa atau 37,87 persen dari total 24.290 siswa. Sementara itu, sebanyak 3.980 siswa IPA atau 28,37 persen siswa IPA tidak lulus Bahasa Indonesia dari total 14.031 siswa.

Murid yang tidak lulus UN tidaklah bisa untuk dikatakan sebagai murid bodoh. Fungsi ujian dalam dunia pendidikan, adalah untuk mengetahui kemampuan para murid. Ujian Nasional Tahun tahun ini masih banyak yang gagal atau tidak lulus. Karena, materi mata pelajarannya belum tuntas. Siapa yang patut disalahkan siswa, guru atau pemerintah?
Read more

Peran Strategis Pemuda Sebagai Tonggak Moralitas Bangsa

Peranan Para pemuda ibarat ruh dalam setiap tubuh komunitas atau kelompok; baik itu dalam skup kecil ataupun luas seperti negara. Mereka merupakan motor penggerak akan kemajuan sebuah negera. Makanya tidak heran, jika ada yang mengatakan bahwa sebuah negara akan menjadi kuat eksistensinya, ketika para pemudanya mampu tampil aktif dan dinamis di tengah masyarakat.

Ketika kita membicarakan sosok seorang pemuda, maka sebenarnya sama halnya kita sedang berbicara mengenai dunia remaja. Menurut beberapa pakar psikologi, masa remaja merupakan masa yang sangat menentukan. Oleh sebab itu di sinilah mental remaja itu akan benar-benar diuji. Berbagai fenomena yang syarat akan jawaban dan persoalan yang menuntut sebuah solusi akan terus senantiasa mengiringinya.

Persoalan tentang kenakalan remaja tidak henti-hentinya dibincangkan oleh berbagai elemen masyarakat. Hal itu merupakan wujud kepedulian masyarakat terhadap generasi muda, dikarenakan posisi generasi muda itu sendiri yang dipandang sangat strategis demi kemajuan bangsa dan negara. Sebagai generasi penerus, kaum muda selalu dituntut untuk meningkatkan kualitasnya di berbagai dimensi kehidupan, utamanya dalam dua hal yang dipandang sangat penting; moral dan intelektual. Namun disaat yang sama, pemuda memiliki sikap rasa ingin tahu yang begitu tinggi. Sehingga mereka tidak segan-segan untuk melakukan hal-hal negatif tanpa mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan. Dalam keadaan yang masih labil ini, pemuda sangat memerlukan seorang pendamping yang dapat mengarahnya kepada hal-hal yang positif, dan mencegahnya dari perbuatan yang negatif. Dengan kapasitas kita sebagai pemuda, mampukah kita mengemban amanah bangsa ini, dengan berbagai persoalan di depan kita?.


Dalam tulisan ini mengupas mengenai tiga hal yang sangat penting hubungannya dengan permasalahan moral pemuda dalam kaitannya dengan pembangunan karakter bangsa dan negara. Ketiga hal yang harus kita jadikan pokok pembahasan itu adalah, pertama; sosok pemuda yang diharapkan bangsa, kedua; problematika yang dihadapi pemuda, dan yang ketiga; solusi yang harus ditempuh. Dengan pembahasan ketiga permasalah ini, setidaknya akan dapat membangkitkan lagi kepedulian para pemuda akan identitas dan peran mereka.

I. Sosok Pemuda Yang Diharapkan

Tongkat estafet pembangunan karekter bangsa dan negera ini akan terus berganti dari masa ke masa, seiring dengan pergantian generasi. Oleh sebab itu, dibutuh sosok generasi yang tangguh dan ulet untuk mengemban amanah besar ini. Pemuda, dengan segala kelebihan dan keistimewaannya sangat diharapkan untuk dapat mewujudkan cita-cita nasional menuju bangsa yang bermartabat dan berdaulat secara utuh. Tentunya pemuda yang dimaksud adalah mereka-mereka yang mempunyai jiwa nasionalisme, patriotisme serta didukung dengan komitmen moral yang kokoh. Semangat juang pemuda pada tahun 1928 yang dideklarasikan sebagai sumpah pemuda dapat menjadi titik tolak memacu semangat untuk melangkah.

Semangat sumpah pemuda harus di reaktualisasi di saat sekarang ini. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa roda pembangunan kedaulatan indonesia tidak terlepas dari campur tangan para pemudanya. Proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 adalah salah satu hasil jerih para kaum muda dalam mendesak Soekarno untuk segera memproklamirkannya.

Sosok pemuda yang diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan karakter bangsa dan negara tidak jauh dari sosok pemuda para pendahulunya. Hanya saja konteks peran aktif itu mungkin bisa menjadi berbeda dan lebih beragam di zaman sekarang ini.

II. Problematika Yang Dihadapi Pemuda

Pemuda Dan Dekadensi Moral

Sudah menjadi wacana umum, bahwa dekadensi moral yang terjadi pada kawula muda telah mencapai titik mengkhawatirkan. Terjadinya pelanggaran norma-norma sosial yang dilakukan oleh para muda-mudi merupakan masalah terpenting bangsa ini dalam rangka perbaikan sumber daya manusianya. Karena, ketika sebuah etika sosial masyarakat tidak diindahkan lagi oleh kaum muda, maka laju lokomotif perbaikan bangsa dan negara akan mengalami hambatan.

Beberapa Contoh Pelanggaran Norma Sosial:

Tawuran

Sering sekali kita mendengar kasus tawuran antar pelajar, khususnya di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surabaya. Hal itu seakan sudah menjadi kebiasaan di kalangan remaja kita. Bahkan ironisnya persoalan yang memicu terjadinya kontak fisik itu adalah hal-hal yang sangat remeh. Misalnya, karena minta rokok dan tidak diberi, atau karena ketersinggungan yang hanya bersifat dugaan semata. Hal-hal semacam itu berpotensi sekali untuk menyulut api bentrokan antar pelajar. Kontak fisik seolah menjadi solusi satu-satunya untuk menyelesaikan persoalan yang sedang dihadapi. Mereka tidak lagi memikirkan akibat yang akan diderita oleh berbagai pihak. Bahkan mereka tidak menghiraukan lagi kalau tindakan mereka itu akan menimbulkan kerugian yang sangat besar; baik bagi diri sendiri,keluarga, ataupun sosial.

Miras Dan Narkoba

Dari dua juta pecandu narkoba dan obat-obat berbahaya (narkoba), 90 persen adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Karena itu, narkoba menjadi ancaman serius bagi kelangsungan hidup bangsa. Alwi Nurdin, Kepala Kanwil Depdiknas DKI mengatakan, ‘Sebanyak 1.015 siswa di 166 SMU di Yogyakarta selama tahun 1999/2000 terlibat tindak penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan narkoba. Sedangkan 700 siswa sisanya ditindak dengan pembinaan agar jera, dan tidak mempengaruhi teman lain yang belum terkena sebagai pengguna narkoba. Para siswa penyalahgunaan narkoba tersebar di Jakarta-Utara (Jakut) sebanyak 248 orang dari 26 SMU, Jakarta-Pusat atau Jakpus (109) di 12 SMU, Jakarta-Barat atau Jakbar (167) di 32 SMU, Jakarta-Timur atau Jaktim (305) di 43 SMU dan Jakarta-Selatan atau Jaksel (186) di 40 SMU, (kompas, 05 Februari 2001).

Negara kita sedang mengalami ancaman badai yang sangat mengkhawatirkan. Peredaran minuman keras (miras) dan narkobapun semakin hari semakin mengarah pada peningkatan yang siknifikan. Tidak jarang kita baca, dengar, atau lihat dalam beberapa media cetak dan elektronik akan tindak kriminal yang bersumber dari penggunaan kedua jenis barang di atas. Kurva peningkatan peredaran miras dan narkoba itu tidak terlepas dari dampak negatif semakin mengguritanya tempat-tempat hiburan malam yang tersaji manis di hampir sudut kota-kota besar. Bahkan ironisnya, peredaran itu sekarang tidak hanya terbatas pada kalangan tertentu, namun sudah merebah kepada anak-anak yang dikategorikan masih di bawah umur. Ada beberapa dampak negatif atau kerugian bagi pecandu miras dan narkoba;



Pergaulan Bebas (pornografi dan pornoaksi)

Seiring dengan derasnya arus globalisasi, yang menjadikan dunia ini semakin sempit, maka di waktu yang sama hal itu akan membawa sebuah konsekwensi; baik positif atapun negatif. Kita tidak akan membicarakan mengenai konsekwensi positif dari globalisasi saat ini. Karena hal itu tidak akan membahayakan rusaknya moral generasi muda. Namun yang menjadi perhatian kita adalah efek atau dampak negatif yang dibawa oleh arus globalisasi itu sendiri yang mengakibatkan merosotnya moral para remaja saat ini.

Diantara sekian banyak indikator akan rusaknya moral generasi suatu bangsa adalah semakin legalnya tempat-tempat hiburan malam yang menjerumuskan anak bangsa ke jurang hitam. Bahkan bukan merupakan hal yang tabu lagi di era sekarang ini, hubungan antar muda-mudi yang selalu diakhiri dengan hubungan layaknya suami-isteri atas landasan cinta dan suka sama suka. Sebuah fenomena yang sangat menyedihkan tentunya ketika prilaku semacam itu juga ikut disemarakkan oleh para muda-mudi yang terdidik di sebuah istansi berbasis agama. Namun itulah fenomena sosial yang harus kita hadapi di era yang semakin bebas dan arus yang semakin global ini.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, akan semakin memudahkan para remaja untuk mengakses hal-hal yang mendukung terciptanya suasana yang serba bebas. Hal-hal yang dahulu di anggap tabu dan masih terbatas pada kalangan tertentu, kini seakan sudah menjadi konsumsi publik yang dapat diakses di mana saja. Sebagai contoh konkrit adalah merebaknya situs-situs berbau pornografi dapat dengan mudah dikonsumsi oleh para pengguna internet. Memang di satu sisi tidak bisa dinafikan, bahwa internet memberikan kontribusi besar dalam perkembangan moral dan intelektual. Akan tetapi dalam waktu yang sama, internet juga dapat menghancurkan moral, intelektual dan mental generasi sebuah negara. berdasarkan penelitian tim KPJ (Klinik Pasutri Jakarta) saja, hampir 100 persen remaja anak SMA, sudah melihat media-media porno, baik itu dari situs internet, VCD, atau buku-buku porno lainnya, (Harian Pikiran Rakyat, minggu 06 juni 2004).

Mengapa Semua Itu Terjadi?

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadi dekadensi moral pada tubuh generasi bangsa saat ini, diantaranya sebagai berikut:

Fatkor Internal

· Psikologi Pribadi

Karena mental remaja yang masih tergolong labil dengan didukung keingintahuan yang kuat, maka biasanya mereka cenderung melakukan apa saja tanpa mempertimbangkan akibat yang akan ditimbulkan.

· Keluarga

Kerusakan moral pada remaja juga tidak terlepas dari kondisi dan suasana keluarga. Keadaan keluarga yang carut-marut dapat memberikan pengaruh yang sangat negatif bagi anak yang sedang/sudah menginjak masa remaja. Karena, ketika mereka tidak merasakan ketenangan dan kedamaian dalam lingkungan keluarganya sendiri, mereka akan mencarinya ditempat lain. Sebagai contoh; pertengkaran antara ayah dan ibu yang terjadi, secara otomatis akan memberikan pelajaran kekerasan kepada seorang anak. Bukan hanya itu, kesibukan orang tua yang sangat padat sehingga tidak ada waktu untuk mendidik anak adalah juga merupakan faktor penyebab moral anaknya bejat.

Faktor Eksternal

· Lingkungan Masyarakat

Kondisi lingkungan masyarakat juga sangat berpengaruh dalam pembentukan karakter moral generasi muda. Pertumbuhan remaja tidak akan jauh dari warna lingkungan tempat dia hidup dan berkembang. Pepatah arab mengatakan "al insan ibnu biatihi". Lingkungan yang sudah penuh dengan tindakan-tindakan amoral, secara otomatis akan melahirkan generasi yang durjana.

· Teman Pergaulan

Perilaku seseorang tidak akan jauh dari teman pergaulannya. Pepatah arab mengatakan, yang artinya: " dekat penjual minyak wangi, akan ikut bau wangi, sedangkan dekat pandai besi akan ikut bau asap". Menurut beberapa psikolog, remaja itu cenderung hidup berkelompok (geng) dan selalu ingin diakui identitas kelompoknya di mata orang lain. Oleh sebab itu, sikap perilaku yang muncul diantara mereka itu sulit untuk dilihat perbedaannya. Tidak sedikit para remaja yang terjerumus ke dunia hitam, karena pengaruh teman pergaulannya. Karena takut dikucilkan dari kelompok/gengnya, maka seorang remaja cenderung menurut saja dengan segala tindak-tanduk yang sudah menjadi konsensus anggota geng tanpa berfikir lagi plus-minusnya.

Pengaruh Media Masa

Kita tidak dapat menutup mata akan pengaruh media masa; cetak maupun elektronik, dalam membentuk moralitas generasi bangsa ini. Media-media yang ada sekarang ini tidak lagi membatasi diri dengan hanya menyajikan berita dan informasi semata. Namun sayap media sekarang ini sudah semakin lebar dan tidak terbatas. Tayangan-tayangan televisi yang semakin marak dengan tontonan yang sensual, seakan sudah menjadi hal yang biasa tersaji setiap harinya. Hal itu juga didukung dengan beberapa artikel di media cetak yang tidak jarang menyajikan wacana menyoal masalah-masalah yang berbau pornografi, kekerasan dan semisalnya.

Rahimi Sabirin, Direktur Program Center for Moderate Muslim (CMM), dalam tulisannya menegaskan bahwa indonesia lebih bebas dari negara yang selama ini dianggap bebas. Dia memaparkan bahwa negara seperti Inggris, Jerman, Italia dan Amerika Serikat memberlakukan peraturan yang ketat soal pornografi dan pornoaksi. Amerika Serikat yang disebut-sebut sebagai negara paling liberal di dunia memberlakukan undang-undang untuk memeriksa terlebih dahulu ID Card/KTP setiap orang yang hendak memasuki klab malam; apakah dia sudah cukup umur atau tidak. Di sana juga diatur secara tegas pornografi yang terdapat di media televisi dan media cetak. Majalah Playboy tidak bisa didapatkan anak-anak di bawah umur. Penayangan film yang berbau pornografi dan pornoaksi di televisi justru pada tengah malam.

Di Indonesia, realitasnya justru lebih bebas. Di negara Paman Sam, film-film diberi rate apakah bebas untuk semua umur atau termasuk jenis film triple x atau film biru (blue film). Di Indonesia, tidak ada aturan yang tegas semacam itu. KUHP memang melarang tindakan yang sama, tapi buktinya pornografi tetap marak. Kaset-kaset dan VCD porno malah dijual bebas dan anak-anak pun malah bisa menikmatinya secara leluasa, termasuk anak-anak di bawah umur. Film perkosaan dan adegan berciuman di televisi ditayangkan di saat anak-anak masih menonton televisi, yakni pada saat prime time, (harian republika, 29 mei 2006).

Bagaimana Sikap Kita?

Pemaparan yang didukung dengan beberapa data di atas merupakan secuil potret akan problematika kita sebagai generasi bangsa. Kehadiran beberapa problem di atas bukan hanya untuk diketahui semata, namun harus segera dicari solusinya.

III. Solusi Yang Dapat Ditempuh

Ada beberapa solusi yang dapat ditempuh guna membentengi generasi muda dari rongrongan dampak negatif arus globalisasi.

Peran Vital Keluarga

Demi mewujudkan cita-cita bersama dalam membentuk moralitas generasi bangsa yang mulia, maka hal yang paling penting untuk dilakukan adalah pendekatan individu. Peran ini sangat mungkin untuk dilakukan oleh pihak keluarga, khususnya kedua orang tua. Karena mereka adalah orang yang paling dekat dengan karakter anak-anaknya. Hendaknya orang tua selalu peka dengan perkembangan buah hatinya. Sehingga anak akan selalu terkontrol dari hal-hal yang tidak diinginkan. Karena sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa sumber kenakalan remaja adalah juga bermuara pada kondisi keluarga yang carut-marut. Oleh sebab itu sebagai benteng pertama, orang tua harus mampu memerankan peran aktifnya dalam mendidik moral anaknya.

Optimalisasi Peran Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan harus menjalankan perannya dengan baik, sebagai wadah pengelolahan sumber daya manusia (SDM) yang kuat baik dalam intelektual dan moral. Dalam tataran peningkatan intelektual, lembaga pendidikan yang ada di negara kita sedikit- banyak sudah terealisasikan. Akan tetapi satu peran lagi yang seakan luntur seiring pemkembangan zaman, yaitu peran untuk menanamkan nilai moral. Khususnya lembaga pendidikan yang berlebel umum. Ironisnya, terkadang guru pengajar itu sendiri kurang begitu memberi tauladan yang baik bagi para muridnya; baik dalam cara berpakaian (khususnya guru wanita), ataupun berprilaku.

Tentunya yang penulis paparkan ini masih sangat subyektif, karena belum adanya penelitian secara menyeluruh di kawasan nusantara. Akan tetapi penilaian yang subyektif ini bisa jadi ada benarnya. Karena hal itu berdasarkan pengamatan pribadai penulis selama menimbah ilmu di salah satu sekolah menengah umum negeri (SMUN). Demikian juga asumsi itu didukung kuat oleh beberapa tulisan di media masa.

Peran moral inilah yang harus digalakkan kembali di seluruh lembaga pendidikan di indonesia, demi terlahirnya insan yang berkualitas baik dalam bidang IPTEK ataupun IMTAK.

Legitiminasi Hukum Negara

peran keluarga dan pendidikan dirasa kurang begitu kuat tanpa adanya undang-undang yang memberi sanksi hukum bagi para pelaku amoral. Jumlah pelanggaran norma sosial seperti tawuran antar pelajar, peredaran miras dan narkoba, serta pergaulan bebas di kalagan muda-mudi, tidak akan berkurang kalau tidak ditekan dari undang-undang yang berlaku.

Disinilah, pemerintah mempunyai andil sangat besar untuk menentukan kebijakan-kebijakan undang-undang yang berkaitan dengan moralitas bangsa. Sekalipun sudah kita ketahui bersama bahwa hal itu sudah dilakukan oleh pemerintah, namun dalam kenyataannya di lapangan, tindakan kriminal dan perbuatan asusila tidak kunjung berkurang, bahkan kian bertambah. Ketika dirasa sanksi yang diberikan oleh pemerintah tidak kunjung meredahkan laju pertumbuhan pelanggaran-pelanggaran itu, maka pemerintah harus berani mengevaluasi kembali kinerja yang selama ini dilakukan. Karena pekerjaan tidak akan mengalami kegagalan kalau tidak ada sebuah kesalahan.


Read more