Perempuan Sebagai Komoditi Perusak Karakter Bangsa
07.20
By
pakar lampung
Pendidikan
3
komentar
Perempuan Sebagai Komoditi Perusak Karakter Bangsa : Di sekitar kita, hampir tidak ada lagi proteksi nilai yang menjadi filter dalam cara berpakaian kaum hawa. Tengok saja perempuan di sekitar Anda, entah di mall hingga perkampungan kumuh, pakaian yang semestinya digunakan dalam kamar pribadi justru dengan bangga dan tidak merasa risih digunakan di luar rumah.
Celana dengan ukuran (maaf, sepertiga paha) menjadi tren pada sebagian wanita masa kini. Baju tanpa lengan hingga terlihat bagian tubuh yang semestinya ditutup untuk dijaga, justru menjadi tren yang sedang menjangkiti sebagian wanita di era modern.
Entah apa yang terjadi pada karakter anak bangsa ini? Kompleksitas problematika masyarakat secara akumulatif berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan karakter bangsa. Gencarnya godaan pornografi dan pornoaksi hampir tidak lagi dapat dibendung. Ribuan video porno yang diperankan mulai anak SMP, SMA, mahasiswa hingga pejabat memang telah telanjur tersebar di masyarakat.
Himpitan gambar-gambar seksi wanita yang menjadi duta iklan berbagai produk menjadi gempuran yang sangat dahsyat merasuki pembentukan karakter anak bangsa. Lihat saja iklan-iklan rokok, mobil, motor, ponsel, televisi, laptop serta piranti teknologi lain kini menjadikan perempuan sebagai komoditi untuk menarik calon pembeli.
Godaan pornografi dan pornoaksi telah menjadi santapan sehari-hari di sekitar kita. Tidak peduli anak kecil hingga orang dewasa, gempuran itu telah melumpuhkan otak kita secara perlahan-lahan untuk menolak pornografi. Permainan komputer (games) yang dimainkan oleh anak-anak juga telah menjadi media penyebaran gambar-gambar seksi sebagai hadiah ketika mereka memenangkan permainan.
Bacaan komik yang digemari oleh anak kecil juga menjadi media penyebaran gambar-gambar porno. Di pasar tradisional hingga supermarket, dengan uang lima ribu rupiah, compact disc (CD) film porno dengan mudah didapatkan bahkan menjadi dagangan yang sangat laris dan menjanjikan.
Di koran dan majalah, hampir setiap hari kita melihat gambar yang memperlihatkan wanita seksi. Iklan-iklan di pinggir jalan, di billboard, di perempatan kota telah menjadi tempat strategis untuk memajang iklan produk yang memajang wanita seksi sebagai model iklanya.
Fasilitas kamera yang diintegrasikan pada ponsel justru menjadi media untuk penyebaran gambar maupun film porno ke sesama pelajar via bluetooth maupun sistem transmisi lain. Godaan pornografi dan pornoaksi bahkan dinikmati secara bersama-sama di kampung-kampung oleh anak-anak dan orangtua mereka melalui hiburan candoleng-doleng.
Melihat fenomena tersebut, keresahan orang tua maupun para pendidik terhadap moral generasi bangsa menjadi sesuatu yang sangat wajar. Hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang diberitakan di Berita Lampung menyimpulkan 97 persen anak SMP pernah nonton film porno serta 67 persen murid SD pernah mengakses pornografi perlu mendapat perhatian serius dari semua stakeholder pendidikan, meskipun teknik pengambilan sampelnya masih dipertanyakan banyak kalangan.
Karakter Bangsa
Karakter bangsa yang mengedepankan budaya sopan santun sudah sangat jauh tergerus. Budaya Tabik ketika lewat di depan orang yang lebih tua kini sudah jarang kita temui. Padahal, budaya tersebut pada Masyarkat Lampung menjadi ekspresi penghormatan seorang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.
Akhirnya, yang tua tidak lagi respek kepada yang lebih muda. Orang tua sudah tidak lagi peduli pada cara berpakaian anak-anaknya dan pada saat bersamaan sang anak sudah tidak peduli dengan nasihat orang tuanya.
Degradasi nilai moral dan karakter anak bangsa menjadi fokus perhatian kementerian pendidikan nasional dengan mengusung pendidikan karakter bangsa menjadi tema sentral pembenahan pendidikan nasional pada tahun 2010. Pendidikan karakter bangsa tidak hanya direvitalisasi pada lembaga pendidikan formal, namun yang lebih penting didorong adalah bagaimana peran keluarga dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan informal anak bangsa.
Penerapan Undang-Undang Pornografi memang menjadi suatu ikhtiar dan produk DPR untuk membentengi anak bangsa ini dari godaan pornografi. Namun, hal itu tidak akan cukup apabila pemerintah tidak secara serius memberikan perhatian pada upaya preventif untuk mengurangi potensi peredaran pornografi.
Orang tua tidak boleh hanya menyerahkan sepenuhnya pembentukan karakter anaknya pada sekolah, betapapun mahalnya sekolah tersebut. Internalisasi nilai agama, budaya, dan karakter bangsa melalui pendidikan agama, pendidikan informal dalam keluarga, serta pendidikan formal di bangku sekolah akan terus terbius oleh godaan pornografi
Celana dengan ukuran (maaf, sepertiga paha) menjadi tren pada sebagian wanita masa kini. Baju tanpa lengan hingga terlihat bagian tubuh yang semestinya ditutup untuk dijaga, justru menjadi tren yang sedang menjangkiti sebagian wanita di era modern.
Entah apa yang terjadi pada karakter anak bangsa ini? Kompleksitas problematika masyarakat secara akumulatif berkontribusi langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan karakter bangsa. Gencarnya godaan pornografi dan pornoaksi hampir tidak lagi dapat dibendung. Ribuan video porno yang diperankan mulai anak SMP, SMA, mahasiswa hingga pejabat memang telah telanjur tersebar di masyarakat.
Himpitan gambar-gambar seksi wanita yang menjadi duta iklan berbagai produk menjadi gempuran yang sangat dahsyat merasuki pembentukan karakter anak bangsa. Lihat saja iklan-iklan rokok, mobil, motor, ponsel, televisi, laptop serta piranti teknologi lain kini menjadikan perempuan sebagai komoditi untuk menarik calon pembeli.
Godaan pornografi dan pornoaksi telah menjadi santapan sehari-hari di sekitar kita. Tidak peduli anak kecil hingga orang dewasa, gempuran itu telah melumpuhkan otak kita secara perlahan-lahan untuk menolak pornografi. Permainan komputer (games) yang dimainkan oleh anak-anak juga telah menjadi media penyebaran gambar-gambar seksi sebagai hadiah ketika mereka memenangkan permainan.
Bacaan komik yang digemari oleh anak kecil juga menjadi media penyebaran gambar-gambar porno. Di pasar tradisional hingga supermarket, dengan uang lima ribu rupiah, compact disc (CD) film porno dengan mudah didapatkan bahkan menjadi dagangan yang sangat laris dan menjanjikan.
Di koran dan majalah, hampir setiap hari kita melihat gambar yang memperlihatkan wanita seksi. Iklan-iklan di pinggir jalan, di billboard, di perempatan kota telah menjadi tempat strategis untuk memajang iklan produk yang memajang wanita seksi sebagai model iklanya.
Fasilitas kamera yang diintegrasikan pada ponsel justru menjadi media untuk penyebaran gambar maupun film porno ke sesama pelajar via bluetooth maupun sistem transmisi lain. Godaan pornografi dan pornoaksi bahkan dinikmati secara bersama-sama di kampung-kampung oleh anak-anak dan orangtua mereka melalui hiburan candoleng-doleng.
Melihat fenomena tersebut, keresahan orang tua maupun para pendidik terhadap moral generasi bangsa menjadi sesuatu yang sangat wajar. Hasil penelitian Komisi Perlindungan Anak (KPA) yang diberitakan di Berita Lampung menyimpulkan 97 persen anak SMP pernah nonton film porno serta 67 persen murid SD pernah mengakses pornografi perlu mendapat perhatian serius dari semua stakeholder pendidikan, meskipun teknik pengambilan sampelnya masih dipertanyakan banyak kalangan.
Karakter Bangsa
Karakter bangsa yang mengedepankan budaya sopan santun sudah sangat jauh tergerus. Budaya Tabik ketika lewat di depan orang yang lebih tua kini sudah jarang kita temui. Padahal, budaya tersebut pada Masyarkat Lampung menjadi ekspresi penghormatan seorang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.
Akhirnya, yang tua tidak lagi respek kepada yang lebih muda. Orang tua sudah tidak lagi peduli pada cara berpakaian anak-anaknya dan pada saat bersamaan sang anak sudah tidak peduli dengan nasihat orang tuanya.
Degradasi nilai moral dan karakter anak bangsa menjadi fokus perhatian kementerian pendidikan nasional dengan mengusung pendidikan karakter bangsa menjadi tema sentral pembenahan pendidikan nasional pada tahun 2010. Pendidikan karakter bangsa tidak hanya direvitalisasi pada lembaga pendidikan formal, namun yang lebih penting didorong adalah bagaimana peran keluarga dan masyarakat sebagai lingkungan pendidikan informal anak bangsa.
Penerapan Undang-Undang Pornografi memang menjadi suatu ikhtiar dan produk DPR untuk membentengi anak bangsa ini dari godaan pornografi. Namun, hal itu tidak akan cukup apabila pemerintah tidak secara serius memberikan perhatian pada upaya preventif untuk mengurangi potensi peredaran pornografi.
Orang tua tidak boleh hanya menyerahkan sepenuhnya pembentukan karakter anaknya pada sekolah, betapapun mahalnya sekolah tersebut. Internalisasi nilai agama, budaya, dan karakter bangsa melalui pendidikan agama, pendidikan informal dalam keluarga, serta pendidikan formal di bangku sekolah akan terus terbius oleh godaan pornografi
begitulah perempuan
BalasHapusterkadang menjadi pujaan
terkadang menjadi celaan
halah! mata lo aja yg ga bisa dijaga! buktinya bbrp negara seperi jepang, thailand, dll ga masalah. pikiran lo aja yang kotor! negara yang biadab!
BalasHapusmesti lebih ngoraksi diri lagi nih,,,,
BalasHapuskalo dibiarin jadi amburadul,,