Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Imajinasi Ku

Pakar Lampung - Peningkatan Mutu Pendidikan Dalam Imajinasi Ku : BELUM genap satu semester Kuri­kulum 2013 diimplementasikank penerapkan Kurikulum 2013 banyak mendapat tantangan, Persoalan di dunia pendidikan bukan kurikulum, guru merupakan ujung tombak untuk mengimplementasikan kurikulum. Jadi, bila persoalan guru belum dituntaskan, persoalan kurikulum juga tidak akan beres.

Ha­kikat pendidikan me­nga­manatkan pembentukan output (anak did­ik) yang berkualitas da­lam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Apabila menyimak konsep inti dari Kuri­kulum 2013, sebetulnya su­dah membawa se­cercah harapan, di ma­na ada upaya pe­nye­derhanaan bersifat tematik-integratif sehingga diharapkan secara efektif mencetak generasi yang siap menghadapi masa de­pan, Inilah harapan kita semua.

Titik beratnya, mendorong siswa mampu lebih baik dalam me­lakukan observasi, ber­tanya, bernalar, dan mengkomunikasikan apa yang mereka peroleh setelah menerima materi pembelajaran. Materinya pun dite­kankan pada fenomena alam, sosial, seni, dan budaya.

Namun, apakah sekolah dan seluruh komponennya terutama para guru, sudah siap menerapkan kurikulum baru ini? Apakah di masing-masing satuan pendidikan/sekolah sudah tersedia alat peraga yang sesuai dan memadai? Apakah pemerintah sudah siap sepenuhnya dalam pengadaan buku, pelatihan guru, dan penganggaran di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya? Apakah kondisi mental anak didik sudah langsung siap menerima kurikulum yang belum mereka kenal sedikit pun?

Melihat fakta di lapangan, masih banyak menjadi salah satu sumber kebingungan yang harus dihadapi oleh para guru saat ini. Kebingungan tersebut disebabkan belum jelasnya bagaimana penerapan dan pengaplikasian Kurikulum 2013 tersebut di lapangan.

Selain bingung tentang penerapan kurikulum 2013, saat ini para guru pengampu mata pelajaran (mapel) belum sepenuhnya bisa melaksanakan sesuai dengan apa yang dimandatkan dari kurikulum mapel  tersebut
 ketidak siapan penerapan Kurikulum 2013 lebih tampak menonjol. Ibarat sebuah mobil yang belum tuntas dirakit, tetapi sudah dikendarai. Karena masih rapuh, dampaknya dalam waktu singkat, mobil itu akan rusak bahkan hancur.

Berbagai pelatihan dan uji kompetensi yang dilakukan pemerintah saat ini justru hanya seremoni belaka dan tidak menyentuh langsung terhadap persoalan guru, seperti kita ketahui beberapa substansi kurikulum 2013. Antara lain, untuk pelajaran IPA dan IPS tidak akan lagi diajarkan pada anak kelas 1,2, dan 3 SD. Tapi mulai diajarkan pada kelas 4, 5, dan 6. Dalam kurikulum 2013, ada tujuh hal penting mulai dari antisipasi kebudayaan, penyempurnaan alur pikir, penataan kewenangan hingga meringankan beban guru.

Dalam sebuah pengajaran di seluruh ting­katan pendidikan, anak didik harus diposisikan di barisan terdepan. Artinya, sebagus atau seindah apa pun konsep belajar mengajar dituangkan da­lam sebuah kurikulum, tetapi jika dalam praktinya tak bisa membentuk atau mengubah karakter, mental, dan kepribadian anak didik, maka akan percuma.

Anak didik tak boleh sekadar digenjot agar dapat menguasai atau bahkan menghafal materi yang tertera di buku teks, sehingga hanya dituntut untuk mendapat nilai sempurna dalam ujian. Kalau hal ini yang di­lang­geng­kan, pasti anak didik akan terbiasa menghalalkan segala cara untuk sekadar mendapat nilai tinggi, meski dengan menyontek.

Kualitas guru yang seadanya tentu mempengaruhi kualitas lulusan, mengingat guru merupakan komponen penting dalam proses pendidikan, selain tujuan, kurikulum, metode, sarana-prasarana, lingkungan, dan evaluasi. Kita menghargai dukungan anggaran dari pemerintah dan upaya meningkatkan kualitas pendidik, namun upaya ini selalu terbentur pada faktor rendahnya fundamental pembentukan karakter guru yang bertanggung jawab, mengabdi dengan cinta kasih dan benar-benar memedulikan anak didiknya.

Sosok Umar Bakrie — guru dalam imajinasi penyanyi Iwan Fals — memang idaman, namun di era globalisasi dan arus industrialisasi dalam bidang pendidikan, rasanya sulit mendapatkan guru-guru alami seperti itu. Ke depan, proses pembentukannya harus lebih rasional dengan pendekatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara profesional, mulai dari rekrutmen, peningkatan kualitas, hingga pembentukan karakter. 

Selama ini, rekrutmen calon guru dan proses pendidikannya menjadi titik krusial rendahnya kulitas. Persoalan kualitas bermula dari realitas input yang umumnya bukan calon terbaik, sementara profesi ini menghendaki kader-kader muda berkemampuan akademik dan performa personal pilihan. Gaji yang menarik akan memotivasi anak-anak muda memilih menjadi guru. Selain gaji, dengan evaluasi periodik, karier yang jelas, seleksi ketat, penegakan disiplin, dan hanya LPTK bermutu yang bisa menyelenggarakan pendidikan guru, kita bisa berharap mendapatkan guru-guru jempolan secara akademik dan profesional.

Satu hal penting, pembentukan karakter guru hendaknya menjadi prioritas. Personifikasinya, digugu lan ditiru, menjadi teladan anak didik dan masyarakat sekitar. Dengan arah ini, para guru akan bekerja penuh konsentrasi, fokus, dan bersungguh-sungguh. Mereka akan bekerja optimal atas dasar kemampuan akademik dan profesionalisme yang teruji. Apabila semua ini bisa terwujud insya allah , kualitas pendidikan dijamin mampu melahirkan sumber daya berkualitas untuk pembangunan bangsa yang kini tengah terpuruk. <<<<< Sukses Untuk Kita Semua >>>>>

0 komentar: