Melihat Keterkaitan Qurban dan Pe­ngor­banan Politisi menjelang Pe­­milu

Pakar Lampung - Melihat Keterkaitan Qurban dan Pe­ngor­banan Politisi menjelang Pe­­milu : Hari ini (15/10), ber­tepa­tan dengan 10 Zul­hijjah 1434 H, saat umat Islam di seluruh du­nia merayakan Idul Adha, yang po­puler dalam bahasa In­­done­sia sebagai Hari Raya Kur­­ban. Kurban merupakan se­mangat religius yang di­awali sejak Nabi Adam As dan di­hidupkan kem­bali pada era Ibra­him As yang mendapat pe­­rintah Tuhan un­tuk menyembelih putra kesa­ya­ngan­nya, Ismail As, yang kemudian diganti de­ngan seekor kambing.

Peristiwa itu sebagai gambaran bahwa tradisi me­ngorbankan manusia diganti dengan binatang, ar­tinya secara metaforis, tidak se­layaknya manu­sia—meski­pun le­bih tinggi derajat­nya—me­ngor­­b­ankan yang lain, seperti orangtua mengorbankan anak, atau pemimpin mengorbankan rak­yat. Itu yang pertama.

 Kedua, nafsu kebinatangan yang ada pada diri manusia harus dikorbankan untuk me­raih derajat kemanusiaan yang se­­b­enarnya. Nafsu kebinatangan iden­­tik dengan keserakahan dan se­gala tindakan yang tidak dida­sarkan pada nalar dan pertim­bangan yang matang.

Ketiga, mengorbankan bina­tang juga adalam arti bahwa yang kita korbankan adalah se­suatu yang bermanfaat yang bisa dibagikan kepada orang lain yang membutuhkan, terutama me­reka yang dalam kehidupan se­hari-harinya tak mampu me­ma­kan daging karena harganya yang mahal. Pada saat Idul Adha tiba mereka diharapkan bisa mendapatkan daging secara cuma-cuma.

 Kembali pada pertanyaan, apa kaitan antara kurban dan pe­ngor­banan politisi menjelang Pe­­milu? Ada saat di mana para kan­­didat berupaya men­dekat­kan diri pada rakyat dengan ha­r­a­pan mereka akan memi­lihnya pa­da hari Pemilu tiba. Banyak ca­ra dilakukan, antara lain de­ngan membagi-bagikan sem­ba­ko, cindera mata seperti kaos, kain sarung, jilbab, dan lain-lain. Bah­kan ada di antara kandidat yang mau mengorbankan apa saja demi meraih simpati rakyat.

 Kurban, dalam bahasa Arab berasal dari akar kata “qaraba”  yang artinya dekat. Kurban yang di­­lakukan saat Idul Adha, selain un­tuk memberi kesempatan pa­da fakir miskin memakan da­ging hewan yang disembelih, mak­na yang sesungguhnya ada­lah u­n­tuk “taqarrub” atau men­de­kat­kan diri pada Tuhan.

Meskipun punya makna yang sama, yakni “dekat” atau “men­dekatkan diri”, banyak ka­lan­gan mengatakan bahwa pe­n­gor­banan yang dilakukan para kan­didat menjelang Pemilu ber­be­da dengan kurban seba­gai­mana yang disyariatkan Tu­han saat Idul Adha, karena pengor­ba­n­an dilakukan kandidat men­je­lang Pemilu, tujuannya bukan mendekatkan diri pada Tuhan melainkan untuk mendekatkan diri pada rakyat (sesama manu­sia) dengan harapan disukai dan di­pilih.

 Tapi, pada dasarnya, dalam perspektif demokrasi, men­de­katkan diri pada rakyat sama ar­tinya dengan mendekatkan diri pa­da Tuhan.Ada adagium yang sa­ngat populer mengat­a­kan bah­­wa “suara rakyat adalah sua­ra Tuhan” (Vox populi vox Dei). Dalil demokrasi ini punya landa­san spiritualitas yang kuat kare­na setiap agama meyakini bah­wa Tuhan sangat dekat de­ngan rak­yat, terutama mereka yang mis­kin, papa, dan terping­girkan.

 Kata rakyat sendiri berasal da­ri bahasa Arab “ra’iyyat” ar­tinya “yang digembalakan”. Pa­ra pejabat, jika benar-benar men­­jadi pemimpin yang baik, ada­­lah mereka yang mampu “meng­gembalakan” atau mem­bim­bing rakyat yang dipim­pinnya ke jalur yang benar, yang mengarah pada kesejahteraan, sama seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya menuju tempat rerumputan yang subur dan menye­jah­te­rakan.

Seperti dalil demokrasi, da­lam perspektif Islam, kedeka­tan pada rakyat juga bisa meng­in­di­kasikan kedekatan pada Tu­han. Orang yang banyak ber­derma, ber­korban untuk sesama m­a­nusia, bisa mengantarkannya pa­­da Tuhan. Nabi Muhammad SAW pernah menegaskan bah­wa “orang yang dermawan dekat de­ngan Allah, dekat dengan ma­nusia dan dekat dengan surga, (sementara) orang yang bakhil (kikir) jauh dari Allah, jauh dari manusia, dekat dengan neraka. Kepada istrinya, beliau juga pernah berpesan: “wahai Aisyah, dekatilah mereka  yang  miskin, cintai mereka, niscaya Allah akan dekat dengan kamu.”

 Syarat utama agar bisa dekat dengan Tuhan adalah dekat dengan rakyat, terutama orang-orang miskin. Yang dilakukan para kandidat menjelang Pemilu dengan berkorban, memberikan santunan, cindera mata dan lain-lain adalah sebagai bagian dari upa­ya mendekatkan diri dengan rak­yat, terutama mereka yang mis­kin. Apakah semangat pe­ngorbanan mereka sama de­ngan upaya mendekatkan diri pada Tuhan? Wallahu a’lam

0 komentar: