Pancasila Cuma Menjadi Pemanis Bibir
19.21
By
pakar lampung
politik
0
komentar
Hari ini merupakan hari jadi pancasila yang lahir pada tanggal 1 Juni 1945,Gema wacana Pancasila ini pantas disambut gembira. Pancasila belakangan ini terkesan cenderung hanya mengemuka diucapkan sebagai dasar negara. Nilai-nilai adiluhung Pancasila cuma menjadi pemanis bibir saja. Praktik kehidupan politik terutama justru mencerminkan semangat yang bertolak belakang dengan nilai-nilai adiluhung tadi.
Sementara masyarakat mengesankan sikap sinis ketika membincangkan Pancasila sebagai perekat keragaman sosial budaya kita. Sikap sinis masyarakat ini dapat dimengerti, karena minimal tiga alasan traumatik politik masa lalu.
Pertama, Pancasila cenderung dijadikan alat legitimasi untuk mengabsahkan kepentingan kekuasaan semasa pemerintahan Orde Baru berkuasa.
Kedua, Pancasila dijadikan alat justifikasi penguasa Orde Baru untuk menakut-nakuti semua komponen bangsa dengan klaim melakukan tindakan subversi jika memiliki kepentingan yang berseberangan dengan rezim penguasa.
Ketiga, rezim Orde Baru dulu memberlakukan larangan tafsir jamak atas Pancasila, kecuali jika itu dilakukan sejalan dengan kepentingan penguasa.
Era reformasi membawa harapan baru untuk mengembalikan semangat asli dan citra Pancasila sebagai perekat keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, euforia reformasi sebaliknya justru masih menyisakan trauma politik warisan Orde Baru. Pancasila akhirnya terkesan hanya menjadi pemanis bibir saja. Tetapi, nilai-nilai Pancasila justru dikangkangi dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Semangat kebersamaan untuk menghargai nilai kejujuran dan keadilan dalam pesta demokrasi sering dilukai oleh tindakan kecurangan. Semangat toleransi untuk menerima kekalahan dalam pesta demokrasi menjadi langka. Ini jelas praktik berdemokrasi yang tidak sesuai semangat Pancasila.
Pancasila memang sedang memasuki pusaran pasang surut. Namun, api semangat untuk mengembalikan citra adiluhung Pancasila tidak boleh padam. Pancasila merupakan penentu arah kebijakan negara dan bangsa. Nilai-nilai Pancasila harus tetap menjadi tolok ukur untuk menegakkan konsistensi kita mewujudkan amanah Proklamasi yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai adiluhung ini harus terefleksikan juga dalam berbagai produk legislasi, serta praktik nyata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semangat tersebut pun harus dibarengi komitmen kuat untuk menghindari proses penafsiran tunggal terhadap Pancasila. Kajian akademik terhadap Pancasila sebagai ideologi negara harus terus-menerus dikembangkan. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman akademik yang kuat terhadap keunggulan Pancasila di tengah pertarungan ideologi dunia saat ini.
Setujukah Anda jika tanggal 1 Juni diperingati oleh lembaga resmi negara ?
Sementara masyarakat mengesankan sikap sinis ketika membincangkan Pancasila sebagai perekat keragaman sosial budaya kita. Sikap sinis masyarakat ini dapat dimengerti, karena minimal tiga alasan traumatik politik masa lalu.
Pertama, Pancasila cenderung dijadikan alat legitimasi untuk mengabsahkan kepentingan kekuasaan semasa pemerintahan Orde Baru berkuasa.
Kedua, Pancasila dijadikan alat justifikasi penguasa Orde Baru untuk menakut-nakuti semua komponen bangsa dengan klaim melakukan tindakan subversi jika memiliki kepentingan yang berseberangan dengan rezim penguasa.
Ketiga, rezim Orde Baru dulu memberlakukan larangan tafsir jamak atas Pancasila, kecuali jika itu dilakukan sejalan dengan kepentingan penguasa.
Era reformasi membawa harapan baru untuk mengembalikan semangat asli dan citra Pancasila sebagai perekat keragaman dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, euforia reformasi sebaliknya justru masih menyisakan trauma politik warisan Orde Baru. Pancasila akhirnya terkesan hanya menjadi pemanis bibir saja. Tetapi, nilai-nilai Pancasila justru dikangkangi dalam praktik kehidupan sehari-hari.
Semangat kebersamaan untuk menghargai nilai kejujuran dan keadilan dalam pesta demokrasi sering dilukai oleh tindakan kecurangan. Semangat toleransi untuk menerima kekalahan dalam pesta demokrasi menjadi langka. Ini jelas praktik berdemokrasi yang tidak sesuai semangat Pancasila.
Pancasila memang sedang memasuki pusaran pasang surut. Namun, api semangat untuk mengembalikan citra adiluhung Pancasila tidak boleh padam. Pancasila merupakan penentu arah kebijakan negara dan bangsa. Nilai-nilai Pancasila harus tetap menjadi tolok ukur untuk menegakkan konsistensi kita mewujudkan amanah Proklamasi yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945. Nilai-nilai adiluhung ini harus terefleksikan juga dalam berbagai produk legislasi, serta praktik nyata kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semangat tersebut pun harus dibarengi komitmen kuat untuk menghindari proses penafsiran tunggal terhadap Pancasila. Kajian akademik terhadap Pancasila sebagai ideologi negara harus terus-menerus dikembangkan. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan pemahaman akademik yang kuat terhadap keunggulan Pancasila di tengah pertarungan ideologi dunia saat ini.
Setujukah Anda jika tanggal 1 Juni diperingati oleh lembaga resmi negara ?
0 komentar: