Pemenang Pilkada Belum Tentu Pemimpin yang Berkualitas
10.03
By
pakar lampung
pilkada
0
komentar
Pemenang Pilkada Belum Tentu Pemimpin yang Berkualitas : Pelaksanaan kampanye terbuka saat Pilkada yang banyak dilakukan calon perlu dikurangi karena banyak menghabiskan dana. Sebagai contoh apabila dana kampanye yang disediakan masing-masing kandidat bisa mencapai miliaran rupiah. Seperti untuk gubernur, antara Rp 20 miliar hingga Rp 100 miliar.
Untuk memperoleh pemimpin yang berkualitas mungkin hanya Sebuah Wacana yang sangat Mustahil Jika pengeluaran masing-masing kandidat bisa mencapai seperti itu tentu saja nantinya akan dikembalikan jika terpilih. Contohnya jika dana kampanye satu kandidat mencapai Rp 50 miliar. Jika dibagi lima tahun, jumlahnya sekira Rp 10 miliar atau Rp 850 juta per bulan.
Perlu Diketahui bahwa gaji kepala daerah hanya sekira Rp 8,5 juta sampai Rp 10 juta per bulan. "Jika gajinya Rp 10 juta per bulan, maka setahun hanya Rp 1,2 miliar atau selama lima tahun Rp 6 miliar. Bisa Anda pikirkan sendiri, bagaimana cara mereka mengembalikan dana kampanyenya yang mencapai puluhan miliar tersebut ? Nah Lhoo
Kondisi inilah yang kadang-kadang membuat terjadi pelanggaran dalam pemerintahan, Akhirnya banyak kepala daerah yang terganjal kasus korupsi. pelanggaran politik uang yang dikatakan banyak terjadi dalam pilkada sulit dibuktikan. Kadangkala praktik politik uang juga terjadi karena ketidaktahuan calon kepala daerah mengenai implikasi pidananya.
Pemilihan Kepala Daerah hanya sebuah alat untuk tawar menawar di tingkat elit birokrasi yang mengatas namakan rakyat. Praktek dagang sapi, money politics, pilkada yang hanya berorientasi elitis merupakan fenomena kasat mata yang terjadi di setiap momen pemilihan Kepala Daerah.
Kalau dengan sistem yang sekarang, siapa yang banyak uang dia yang kemungkinan besar menang, dan jangan bercita-cita akan memiliki seorang pemimpin yang berkualitas yang benar benar mengedapankan kepentingan Rakyat.
Masyarakat juga Harus sadar bahwa selama ini rakyat hanya dijadikan mesin pengeruk suara pada masa kampanye. Suara rakyat yang mudah terbeli menjadi persoalan yang memprihatinkan bagi bangsa ini. Hal ini dikarenakan tekanan ekonomi dan kurangnya pemahaman politik bagi masyarakat.
Melalui mekanisme pilkada langsung oleh masyarakat, diharapkan dan diasumsikan, akan terjadi negosiasi kepentingan serta terbangun ikatan kuat antara calon pemimpin dan yang memilihnya. Jika kontraktual terselenggara dengan baik dalam proses pilkada, maka para pemimpin terpilih dipastikan akan menjalankan tanggungjawabnya kepada mayarakat. Dalam paham ini, desentralisasi dan demokratisasi, diharapkan mampu berpadu dengan produk kebijakan yang lebih berbasis aspirasi rakyat karena kewenangan makin mendarat di tingkat daerah.
Untuk memperoleh pemimpin yang berkualitas mungkin hanya Sebuah Wacana yang sangat Mustahil Jika pengeluaran masing-masing kandidat bisa mencapai seperti itu tentu saja nantinya akan dikembalikan jika terpilih. Contohnya jika dana kampanye satu kandidat mencapai Rp 50 miliar. Jika dibagi lima tahun, jumlahnya sekira Rp 10 miliar atau Rp 850 juta per bulan.
Perlu Diketahui bahwa gaji kepala daerah hanya sekira Rp 8,5 juta sampai Rp 10 juta per bulan. "Jika gajinya Rp 10 juta per bulan, maka setahun hanya Rp 1,2 miliar atau selama lima tahun Rp 6 miliar. Bisa Anda pikirkan sendiri, bagaimana cara mereka mengembalikan dana kampanyenya yang mencapai puluhan miliar tersebut ? Nah Lhoo
Kondisi inilah yang kadang-kadang membuat terjadi pelanggaran dalam pemerintahan, Akhirnya banyak kepala daerah yang terganjal kasus korupsi. pelanggaran politik uang yang dikatakan banyak terjadi dalam pilkada sulit dibuktikan. Kadangkala praktik politik uang juga terjadi karena ketidaktahuan calon kepala daerah mengenai implikasi pidananya.
Pemilihan Kepala Daerah hanya sebuah alat untuk tawar menawar di tingkat elit birokrasi yang mengatas namakan rakyat. Praktek dagang sapi, money politics, pilkada yang hanya berorientasi elitis merupakan fenomena kasat mata yang terjadi di setiap momen pemilihan Kepala Daerah.
Kalau dengan sistem yang sekarang, siapa yang banyak uang dia yang kemungkinan besar menang, dan jangan bercita-cita akan memiliki seorang pemimpin yang berkualitas yang benar benar mengedapankan kepentingan Rakyat.
Masyarakat juga Harus sadar bahwa selama ini rakyat hanya dijadikan mesin pengeruk suara pada masa kampanye. Suara rakyat yang mudah terbeli menjadi persoalan yang memprihatinkan bagi bangsa ini. Hal ini dikarenakan tekanan ekonomi dan kurangnya pemahaman politik bagi masyarakat.
Melalui mekanisme pilkada langsung oleh masyarakat, diharapkan dan diasumsikan, akan terjadi negosiasi kepentingan serta terbangun ikatan kuat antara calon pemimpin dan yang memilihnya. Jika kontraktual terselenggara dengan baik dalam proses pilkada, maka para pemimpin terpilih dipastikan akan menjalankan tanggungjawabnya kepada mayarakat. Dalam paham ini, desentralisasi dan demokratisasi, diharapkan mampu berpadu dengan produk kebijakan yang lebih berbasis aspirasi rakyat karena kewenangan makin mendarat di tingkat daerah.
0 komentar: