penjelasan metode perhitungan suara kuota murni

penjelasan metode perhitungan suara kuota murni pada pemilu 2014, potingan kali ini sedikit membahas politik yang masih hangat, yaitu tentang sistem penghitungan suara pada pemilu 2014 nanti, banyak para politikus mendiskusikan sistem penghitungan suara pada 2014, dan tidak banyak yang masih bertannya apakah yang di maksud metode penghitungan suara kuota murni, nah lewar postingan kali ini pakar lampung sedikit memberikan pencerahan pada rekan-rekan politukus,

Sebelumnya ada baiknya saya meriview mengenai sistem penghitungan suara pada pemilu 2014 nanti, Perhitungan suara dalam Rancangan Undang-Undang Pemilu 2012 akhirnya disetujui dengan menggunakan metode kuota murni. Persetujuan itu dilakukan lewat mekanisme pemungutan suara terbanyak. Dalam rapat paripurna DPR RI di gedung DPR RI Jakarta, Kamis (12/4/2012), sore diputuskan bahwa kovnersi suara habis di daerah pemilihan atau dapil dengan metode kuota murni menjadi keputusan Dewan.

Dalam voting terbuka itu metode kuota murni dipilih oleh 342 peserta rapat. Sementara metode perhitungan webster dipilih 188 peserta. Atau diikuti sebanyak 530 anggota DPR. Sistem kuota murni didukung oleh Demokrat (140 suara), PKS (54), PAN (42), PPP (37), PKB (28), Gerindra (24), dan Hanura (17).

Sedangkan yang mendukung metode webster adalah PDIP (91) dan Golkar (97). Masalah konversi suara merupakan ganjalan utama dalam pembahasan RUU Pemilu selama berhari-hari lamanya.

Sementara hal lain yang telah mendapat persetujuan seluruh fraksi di DPR adalah soal parliamentary threshold (PT) ambang batas 3,5 persen, sistem proporsional terbuka, alokasi kursi per dapil 3-10 untuk DPR dan 3-12 untuk DPRD.

Apakah metode perhitungan kuota murni ?
Penghitungan kursi metode kuota murni adalah penentuan perolehan jumlah kursi anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota parpol peserta pemilu didasari atas penghitungan seluruh suara sah dari setiap partai politik peserta pemilu yang memenuhi ketentuan ambang batas parlemen di daerah pemilihan yang bersangkutan

Dari hasil penghitungan seluruh suara sah sebagaimana dimaksud ditetapkan angka BPP (Bilangan Pembagi Pemilih) DPR, BPP DPRD Provinsi dan Kabupaten/ kota.

penghitungan kursi metode divisor
Sedangkan penghitungan kursi metode divisor webster adalah penghitungan suara perolehan kursi setiap partai politik pada perolehan suara tertinggi di daerah pemilihan yang bersangkutan sampai habis alokasi kursi dengan bilangan pembagi dengan angka ganjil.

di dunia memang dikenal dua cara penghitungan suara:

kuota dan divisor dengan berbagai varian, salah satunya webster. Dalam sistem pemilu Indonesia yang menganut sistem kuota, ada kecenderungan bahwa perolehan kursi partai politik terkuat di dapil kerap dicuri oleh parpol kelas menengah. Dengan kata lain, metode ini lebih condong memberikan keuntungan bagi partai politik kelas menengah pada setiap dapil. Dalam penghitungan perolehan kursi parpol pemilu 2004, antara partai politik yang perolehan suaranya 0,9 dengan partai lain yang hanya 0,3 sama-sama mendapatkan 1 kursi. Metode ini telah ditinggalkan di Amerika Serikat tahun 1964

Sedangkan metode Divisor varian Webster/Sainte-lague, untuk dapil berkursi 3-12 memiliki kecenderungan perolehan suara partai politik kelas atas dalam penghitungan kursi dipaksa pada tingkat yang lebih netral. Sedangkan perolehan kursi partai kelas menengah ditarik pada derajat yang lebih proporsional. Sehingga baik untuk parpol besar maupun menengah berdasarkan metode ini tidak ada yang diuntungkan. Masing-masing parpol mendapatkan proporsi kursi berdasarkan perolehan suaranya pada tingkat yang tidak bias, oleh karenanya metode ini tidak berat sebelah (netral).

Mengapa parati besar lebih memilih metode webster ketimbang metode kuota murni ?


Mengapa partai-partai besar minus Demokrat lebih memilih metode webster ketimbang metode kuota yang dipakai selama ini? metode hitung dengan kuota merugikan partai besar dan menguntungkan partai kecil.

contoh kasus : sebuah partai besar yang mendapatkan 230 ribu suara dan partai kecil yang mendapatkan 31 ribu suara, bisa bernasib sama: sama-sama mendapatkan satu kursi. Sebabnya, suara partai besar sudah habis terserap pada penghitungan tahap pertama.

Misalnya Bilangan Pembagi Pemilih (BPP) dipatok 200 ribu, maka suara partai besar itu sudah terserap sebanyak 200 ribu pada penghitungan tahap pertama, sehingga sisa suara sebanyak 30 ribu.

Untuk tahap kedua, saat kursi dibagi dengan sistem ranking sisa suara terbanyak, kursi justru jatuh kepada partai kecil yang hanya punya 31 ribu suara. Tentu saja itu mengesalkan partai-partai besar. Sebab, perbandingan raihan suaranya adalah 7:1, tapi hasil akhirnya sama.

sistim kuota murni,sistem penghitungan suara pemilu 2014, beda webster dengan kuota murni ialah, sistem divisor webster, sistem kuota, penjelasan metode perhitungan kuota murni, beda sistem kuota murni, pengertian metode divisor webster dalam sistem pemilu 2014, beda kuota murni dan webster, perbedaan metode webster dan metode kuota murni, perbedaan metode penghitungan suara webster divisor pengertian

0 komentar: