Keakuratan Data Sensus Penduduk 2010 Meragukan
08.14
By
pakar lampung
ekonomi
4
komentar
Pakar Lampung Keakuratan Data Sensus Penduduk 2010 Meragukan ; Separuh Bulan Lebih Badan Pusat Statistik (BPS) telah menyelenggarakan sensus penduduk (SP) yang dimulai sejak 1 Mei 2010, Berbagai harapan dan ungkapan dari SP pun terungkap seperti di dalam pidato yang ditandai dimulainya sensus. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan, SP tersebut akan menjadi basis data utama dalam penyediaan data kependudukan dan perumahan secara nasional.
Sebelumnaya Pakar Lampung telah Memposting Tulisan " Melihat Keunikan dan Keanehan Sensus Penduduk 2010 " ,yang menggambarkan seputar pelaksanaan Sensus Penduduk di lingkungan kota Bandar Lampung, dari tulisan tersebut sedikit menuai kontroversi dari petugas sensus bisa di baca di kolom komentarnya.
Seperti di kutip dari tulisan Ketua DEMA FISIP Universitas Bandarlampung, bahwa Keakuratan sensus penduduk 2010 perlu dipertanyakan berikut isi lengkap tulisan Ketua DEMA FISIP Universitas Bandarlampung yang di rilis di Radar Lampung
Hasil sensus ini juga akan menyediakan data dasar tentang komposisi dan dinamika kependudukan. Dengan begitu, akan diperoleh data yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai berbagai aspek demografis seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal. Hasil SP ini juga, menurut SBY, akan sangat berguna untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tak kalah lebih pentingnya lagi, data dari sensus ini juga akan menjadi rujukan untuk mengarahkan program-program prorakyat agar tepat pada sasarannya. Karena seperti yang kita ketahui, kini program-program dari pemerintah, seperti bantuan beras untuk rakyat miskin (raskin), program keluarga harapan (PKH), jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), dan bantuan operasional sekolah (BOS), seringlah tidak sampai kepada yang benar-benar berhak. Untuk itu, dengan data sensus penduduk 2010 ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memberikan bantuan kepada yang benar-benar berhak menerimanya.
Selain itu, sensus kali ini diharapkan juga akan memberikan basis data bagi pengembangan nomor induk kependudukan (NIK) secara nasional. Sehingga nantinya, berdasarkan NIK tersebut, setiap warga Negara akan memiliki identitas tunggal yang bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Mulai dari ketepatan sasaran program pemerintah sampai kepada mencegah manipulasi data, atau bahkan juga untuk mengungkapkan tindak kejahatan. Bahkan nantinya data kemutakhiran dari sensus penduduk ini akan bermanfaat untuk daftar pemilih baik itu dalam pemilu maupun untuk pemilihan kepada daerah.
Namun, dari itu semua timbul pertanyaan bagi penulis, benarkah data dari sensus penduduk ini akan bermanfaat seperti yang telah diungkapkan oleh Presiden di dalam pidatonya, Sabtu (1/5), di Istana Negara tersebut? Bagaimana jika di lapangan data tersebut tidaklah seperti adanya (baca; akurat)? Akankah ketidakakuratan data tersebut tetap menjadi acuan pemerintah untuk menjadikan basis data baik itu untuk nasional maupun untuk kepentingan di dunia internasional?
Seperti yang kita ketahui, SP 2010 ini adalah sensus yang keenam sejak kemerdekaan RI setelah SP 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Berbeda dari sensus-sensus sebelumnya, untuk kali pertamanya sensus penduduk yang memakan biaya yang tidak sedikit sekitar Rp3,3 triliun ini juga mencakup sensus perumahan dengan jumlah 43 item pertanyaan. Mulai dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan, hingga suatu ketenagakerjaan penduduk.
Selain itu, didata pula informasi yang terkait dengan fasilitas perumahan, akses media komunikasi, dan berbagai informasi lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan data kependudukan yang semakin kompleks. Dengan itu semua sehingga wajar saja jika dari SP 2010 ini sangatlah diharapkan mendapatkan data yang lebih rinci dan berkualitas. Namun, seperti yang penulis ungkapkan diatas timbul keraguan dari penulis soal keakuratan data dari Sensus Penduduk 2010 ini. Mengapa?
Keraguan tersebut timbul memanglah bukan tanpa alasan. Misalkan saja, penulis pribadi sampai saat ini belumlah merasa disensus. Tak hanya penulis rekan-rekan lainnya sesama anak kostan pun ternyata belumlah merasa disensus. Lalu pertanyaannya, apakah kami sebagai anak kosan ini tidak wajib untuk disensus karena mungkin kami akan disensus sesuai dengan tempat tinggal kami aslinya bersama keluarga? Sehingga dengan itu semua maka tidak terjadi cacah jiwa ganda nantinya?
Sepengetahuan penulis di tahun ini agar tidak terjadi kesalahan cakupan baik itu cakupan yang terjadi karena lewat cacah ataupun cacah ganda, BPS telah meminimalisasi kesalahan cakupan dari aspek wilayah kerja petugas yakni dengan membagai habis wilayah desa atau blok sensus (BS). Dimana wilayah BS ini bermuatan 80–120 rumah tangga dengan batas wilayah yang jelas dan direkam dengan global positioning system (GPS).
Selain itu, untuk meminimalisasi kesalahan cakupan dari aspek penduduk, petugas telah dibekali pengetahuan tentang konsep penduduk. Misalkan dalam SP 2010 ini, seseorang dikategorikan sebagai penduduk dalam suatu blok sensus jika memenuhi lima persyaratan. Pertama, telah menetap di wilayah pencatatan selama enam bulan atau lebih. Kedua, menetap kurang dari enam bulan, tetapi bermaksud terus menetap diwilayah pencatatan. Ketiga, sedang berpergian ke wilayah lain kurang dari enam bulan dan tidak berniat menetap diwilayah tujuan.
Keempat, menetap di wilayah pencatatan dengan kontrak/sewa/kos karena bekerja dan atau sekolah. Kelima, korps dipolomatik Indonesia dan anggota rumah tangganya yang menetap di luar negeri (BPS 2009). Dengan melihat kelima poin tersebut, sesungguhnya sudah sangatlah jelas kami sebagai anak kosan juga wajib untuk di sensus. Lalu mengapa sampai saat ini kami belum juga disensus?
Keraguan selanjutnya mengenai akan keakuratan data SP 2010 nantinya adalah dari salahnya informasi yang diberikan petugas di dalam tanda bukti bahwa tempat tersebut telah dilakukan sensus (baca: stiker). Misalkan saja di rumah pemilik kos tempat penulis berdiam diri. Di stiker sensus tersebut dituliskan nomor rukun tetangga (RT)-nya adalah 14. Hal ini tentunya sangatlah salah besar, karena nomor RT yang sebenarnya adalah 02.
Melihat itu semua tidak menutup kemungkinan apa yang penulis utarakan juga terjadi kepada pembaca sekalian. Akhirnya jika sudah begini, kemanakah kita akan mengadu? Untuk itu hematnya jika ini tidak disikapi lebih lanjut, data SP 2010 ini tidak lah benar-benar valid sehingga kedepan pemerintah sangatlah sulit sekali untuk membuat kerangka manajemen pengelolaan terpadu yang sesungguhnya mampu digunakan sebagai rujukan bagi semua lembaga, baik pusat maupun juga di daerah, dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan program pembangunan ke depannya. Waulahualam bisshab.
Referensi : http://www.radarlampung.co.id/web/opini/14699-meragukan-keakuratan-data-sp-2010.html
Sebelumnaya Pakar Lampung telah Memposting Tulisan " Melihat Keunikan dan Keanehan Sensus Penduduk 2010 " ,yang menggambarkan seputar pelaksanaan Sensus Penduduk di lingkungan kota Bandar Lampung, dari tulisan tersebut sedikit menuai kontroversi dari petugas sensus bisa di baca di kolom komentarnya.
Seperti di kutip dari tulisan Ketua DEMA FISIP Universitas Bandarlampung, bahwa Keakuratan sensus penduduk 2010 perlu dipertanyakan berikut isi lengkap tulisan Ketua DEMA FISIP Universitas Bandarlampung yang di rilis di Radar Lampung
Hasil sensus ini juga akan menyediakan data dasar tentang komposisi dan dinamika kependudukan. Dengan begitu, akan diperoleh data yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan mengenai berbagai aspek demografis seperti umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan tempat tinggal. Hasil SP ini juga, menurut SBY, akan sangat berguna untuk perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Tak kalah lebih pentingnya lagi, data dari sensus ini juga akan menjadi rujukan untuk mengarahkan program-program prorakyat agar tepat pada sasarannya. Karena seperti yang kita ketahui, kini program-program dari pemerintah, seperti bantuan beras untuk rakyat miskin (raskin), program keluarga harapan (PKH), jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), dan bantuan operasional sekolah (BOS), seringlah tidak sampai kepada yang benar-benar berhak. Untuk itu, dengan data sensus penduduk 2010 ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memberikan bantuan kepada yang benar-benar berhak menerimanya.
Selain itu, sensus kali ini diharapkan juga akan memberikan basis data bagi pengembangan nomor induk kependudukan (NIK) secara nasional. Sehingga nantinya, berdasarkan NIK tersebut, setiap warga Negara akan memiliki identitas tunggal yang bermanfaat untuk berbagai kepentingan. Mulai dari ketepatan sasaran program pemerintah sampai kepada mencegah manipulasi data, atau bahkan juga untuk mengungkapkan tindak kejahatan. Bahkan nantinya data kemutakhiran dari sensus penduduk ini akan bermanfaat untuk daftar pemilih baik itu dalam pemilu maupun untuk pemilihan kepada daerah.
Namun, dari itu semua timbul pertanyaan bagi penulis, benarkah data dari sensus penduduk ini akan bermanfaat seperti yang telah diungkapkan oleh Presiden di dalam pidatonya, Sabtu (1/5), di Istana Negara tersebut? Bagaimana jika di lapangan data tersebut tidaklah seperti adanya (baca; akurat)? Akankah ketidakakuratan data tersebut tetap menjadi acuan pemerintah untuk menjadikan basis data baik itu untuk nasional maupun untuk kepentingan di dunia internasional?
Seperti yang kita ketahui, SP 2010 ini adalah sensus yang keenam sejak kemerdekaan RI setelah SP 1961, 1971, 1980, 1990, dan 2000. Berbeda dari sensus-sensus sebelumnya, untuk kali pertamanya sensus penduduk yang memakan biaya yang tidak sedikit sekitar Rp3,3 triliun ini juga mencakup sensus perumahan dengan jumlah 43 item pertanyaan. Mulai dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, pendidikan, kesehatan, hingga suatu ketenagakerjaan penduduk.
Selain itu, didata pula informasi yang terkait dengan fasilitas perumahan, akses media komunikasi, dan berbagai informasi lainnya, sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan data kependudukan yang semakin kompleks. Dengan itu semua sehingga wajar saja jika dari SP 2010 ini sangatlah diharapkan mendapatkan data yang lebih rinci dan berkualitas. Namun, seperti yang penulis ungkapkan diatas timbul keraguan dari penulis soal keakuratan data dari Sensus Penduduk 2010 ini. Mengapa?
Keraguan tersebut timbul memanglah bukan tanpa alasan. Misalkan saja, penulis pribadi sampai saat ini belumlah merasa disensus. Tak hanya penulis rekan-rekan lainnya sesama anak kostan pun ternyata belumlah merasa disensus. Lalu pertanyaannya, apakah kami sebagai anak kosan ini tidak wajib untuk disensus karena mungkin kami akan disensus sesuai dengan tempat tinggal kami aslinya bersama keluarga? Sehingga dengan itu semua maka tidak terjadi cacah jiwa ganda nantinya?
Sepengetahuan penulis di tahun ini agar tidak terjadi kesalahan cakupan baik itu cakupan yang terjadi karena lewat cacah ataupun cacah ganda, BPS telah meminimalisasi kesalahan cakupan dari aspek wilayah kerja petugas yakni dengan membagai habis wilayah desa atau blok sensus (BS). Dimana wilayah BS ini bermuatan 80–120 rumah tangga dengan batas wilayah yang jelas dan direkam dengan global positioning system (GPS).
Selain itu, untuk meminimalisasi kesalahan cakupan dari aspek penduduk, petugas telah dibekali pengetahuan tentang konsep penduduk. Misalkan dalam SP 2010 ini, seseorang dikategorikan sebagai penduduk dalam suatu blok sensus jika memenuhi lima persyaratan. Pertama, telah menetap di wilayah pencatatan selama enam bulan atau lebih. Kedua, menetap kurang dari enam bulan, tetapi bermaksud terus menetap diwilayah pencatatan. Ketiga, sedang berpergian ke wilayah lain kurang dari enam bulan dan tidak berniat menetap diwilayah tujuan.
Keempat, menetap di wilayah pencatatan dengan kontrak/sewa/kos karena bekerja dan atau sekolah. Kelima, korps dipolomatik Indonesia dan anggota rumah tangganya yang menetap di luar negeri (BPS 2009). Dengan melihat kelima poin tersebut, sesungguhnya sudah sangatlah jelas kami sebagai anak kosan juga wajib untuk di sensus. Lalu mengapa sampai saat ini kami belum juga disensus?
Keraguan selanjutnya mengenai akan keakuratan data SP 2010 nantinya adalah dari salahnya informasi yang diberikan petugas di dalam tanda bukti bahwa tempat tersebut telah dilakukan sensus (baca: stiker). Misalkan saja di rumah pemilik kos tempat penulis berdiam diri. Di stiker sensus tersebut dituliskan nomor rukun tetangga (RT)-nya adalah 14. Hal ini tentunya sangatlah salah besar, karena nomor RT yang sebenarnya adalah 02.
Melihat itu semua tidak menutup kemungkinan apa yang penulis utarakan juga terjadi kepada pembaca sekalian. Akhirnya jika sudah begini, kemanakah kita akan mengadu? Untuk itu hematnya jika ini tidak disikapi lebih lanjut, data SP 2010 ini tidak lah benar-benar valid sehingga kedepan pemerintah sangatlah sulit sekali untuk membuat kerangka manajemen pengelolaan terpadu yang sesungguhnya mampu digunakan sebagai rujukan bagi semua lembaga, baik pusat maupun juga di daerah, dalam merumuskan kebijakan dan perencanaan program pembangunan ke depannya. Waulahualam bisshab.
Referensi : http://www.radarlampung.co.id/web/opini/14699-meragukan-keakuratan-data-sp-2010.html
Kan masih ada waktu lg tu?sp th ptugasnya datang nantinya k tempat anda?ato andanya sendiri yg memang sering gax ada di tempat?jd mn mungkin ptugas dpt mendata anda?akan lebih bijak kl anda memposting tulisan ini setelah waktu sensus selesai.jd kan ktahuan.kl ini sy pikir,cara pikir anda tanggung.waktu blm selesai sdh menjudge.meski sy bukan petugas sensus tp sy mncoba fair.
BalasHapusHendys : mungkin anda ada benarnya tapi jika nasi sudah jadi bubur mau di apakan, sementara biaya sudah banyak di keluarkan, ada benarnya pepatah mengatakan sebelum hujan sedia payung, trims atas saran dan kunjungannya.
BalasHapusJika sampai saat ini Anda belum dicacah (diinterview) maka lapor pada ketua RT Anda (Ketua Satuan Lingkungan Setempat) atau SLS. Agar Anda ikut disensus.
BalasHapusIngat,, hari terakhir sensus itu tanggal 31 Mei 2010,,, masih ada kesempatan bagi Anda untuk disensus..!!
BalasHapus